TANGSELXPRESS – Kasus megakorupsi yang melibatkan Harvey Moeis masih menjadi perbincangan hangat masyarakat. PT Timah menganggap keputusan majelis hakim yang merampas hampir seluruh harta terdakwa sebagai ganti rugi dinilai ada yang keliru.
Dengan dalih ingin meluruskan penegakan hukum, PT Timah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 18 Ayat (1) huruf b dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Gugatan yang diajukan pada 3 Maret 2025 itu meminta MK mengubah pasal tersebut. Lantaran pasal itu mengatur bahwa pembayaran uang ganti rugi bagi terdakwa korupsi hanya sebesar harta yang diperoleh dari tindak pidana tersebut.
“PT Timah mengusulkan agar pembayaran uang ganti rugi dihitung berdasarkan total kerugian negara, baik dalam bentuk keuangan maupun dampaknya terhadap perekonomian,” dalam keterangan tertulis PT Timah yang beredar, Kamis (13/3/2025).
Dalam kasus ini, putusan tingkat banding telah menjatuhkan hukuman kepada Harvey Moeis dan sembilan terdakwa lainnya.
Kerugian negara akibat kasus ini ditaksir mencapai Rp300 triliun, dengan Rp271 triliun diantaranya berasal dari kerusakan lingkungan akibat pertambangan timah ilegal.
Namun, vonis pengadilan hanya membebankan uang pengganti sebesar Rp25,4 triliun.
PT Timah berpendapat bahwa penerapan pasal tersebut tidak memberikan keadilan karena tidak memperhitungkan dampak besar terhadap perekonomian dan lingkungan.
“Bahwa akibat penerapan Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU Tipikor tersebut, tidak adanya keadilan dan kepastian hukum karena para terdakwa tidak dihukum untuk mengganti seluruh kerugian negara,” tulis PT Timah dalam permohonannya.