TANGSELXPRESS – Bareskrim Polri akan merekomendasikan pencabutan izin usaha atau merek terhadap perusahaan yang melakukan kecurangan dengan mengurangi takaran atau modus lainnya dalam pendistribusian minyak goreng MinyaKita.
Rekomendasi tersebut nantinya dilanjutkan kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang memiliki kewenangan.
“Nanti kita usulkan untuk pencabutan izin usaha dan pencabutan izin mereknya di Kemendag,” ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, Selasa, (11/3/2025).
Rekomendasi pencabutan izin disebut sebagai upaya untuk memberikan efek jera kepada para produsen yang berbuat curang. Sehingga, mereka tak akan berani melakukan kembali.
Bahkan, untuk perusahaan lain juga menjadi peringatan untuk tetap mengikuti aturan. Sebab, bila kedapatan melakukan kecurangan, tindakan tegas akan dilakukan.
“Jika masih ada yang beredar, risiko mereka, pasti akan dilakukan penindakan oleh penegakan hukum,” sebutnya.
“Tapi, harapan kita segera menarik barangnya, diperbaiki komposisinya, diisi kembali sesuai dengan ukuran yang seharusnya tertera pada kemasan sehingga tidak merugikan masyarakat lebih lanjut,” sambung Helfi.
Ditegaskan juga bila dalam kasus ini, para pelaku akan ditindak secara pidana oleh aparat penegakan hukum.
Kemudian dari sisi administratif sanksi didapat melalui Kemendag. Sehingga, tidak ada lagi masyarakat yang merugi akibat praktik curang produsen.
“Untuk sanksi tentunya tadi disampaikan sudah cukup banyak diterapkan, ada Undang-Undang pangan, Undang-Undang perlindungan konsumen, Undang-Undang perdagangan, disanksinya cukup berat,” kata Helfi.
Diberitakan sebelumnya, Polri menetapkan satu tersangka dalam kasus pelanggaran distribusi minyak goreng MinyaKita dengan modus tak sesuai takaran. Tersangka disebut merupakan pemilik atau kepala gudang.
Tersangka menjabat sebagai kepala cabang karena tunjuk oleh PT. MSI dan PT. ARN yang ditugaskan mengemas dan menjual minyak goreng.
“Dalam perkara ini, penyidik telah menetapkan satu orang tersangka, yaitu inisial AWI yang berperan sebagai pemilik maupun merangkap sebagai kepala cabang sekaligus pengelola lokasi,” sebut Helfi.
Pada kasus ini, tersangka AWI dipersangkakan dengan dipersangkakan melanggar tindak pidana Pasal 62 juncto Pasal 8 dan Pasal 9 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 102 juncto Pasal 97 dan atau Pasal 142 juncto Pasal 91 ayat (1) UU nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, dan atau Pasal 120 UU nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian.
Kemudian, Pasal 66 juncto Pasal 25 ayat (3) UU nomor 20 tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, dan atau Pasal 106 juncto Pasal 24 dan atau Pasal 108 juncto Pasal 30 ayat (2) UU nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan atau Pasal 263 KUHP.