TANGSELXPRESS – Kasus pembunuhan terhadap Nofryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J semakin memanas usai Irjen Ferdy Sambo ditetapkan menjadi tersangka. Bahkan menjadi melebar karena muncul dugaan suap berupa pemberian dua buah amplop ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Hal tersebut dibenarkan oleh pimpinan LPSK yang beberapa waktu lalu mengatakan adanya dua amplop berwarna cokelat tebal yang diketahui diduga berisi uang itu. Namun, kedua buah amplop tersebut tidak diterima oleh staf LPSK dan langsung dikembalikan.
“Pemberian uang pada LPSK adalah bukti, adanya upaya prakondisi untuk memuluskan cerita rekayasa pembunuhan terhadap Brigadir Yosua,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (16/8).
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengemukakan, bahwa pihaknya hendak diberi amplop dari pihak Ferdy Sambo. Kejadian itu terjadi di Kantor Divisi Propam Polri, Jakarta, Rabu (13/7) atau tepatnya lima hari setelah tewasnya Brigadir J.
Saat itu, LPSK bertemu dengan Ferdy Sambo di kantornya dengan tujuan mengajukan permohonan perlindungan terhadap istrinya, Putri Candrawathi. Dan pada saat itu juga Ferdy Sambo masih mengemban jabatan Kepala Divisi Propam.
“Peristiwa itu ketika itu kami menemui Kadiv Propam karena Kadiv Propam mau mengajukan permohonan perlindungan untuk ibu PC,” kata Edwin di Jakarta, Sabtu (13/8).
Setelah menggelar pertemuan tersebut, salah satu petugas dari pihak Irjen Ferdy Sambo menyodorkan map kepada salah seorang staf LPSK yang masih berada di dalam ruangan kantor Propam.
“Salah satu staf (LPSK) sedang melakukan salat dan satu staff lain tinggal di tempat (kantor Propam) itu. Kemudian ada staf pak Kadiv Propam menyampaikan map berisi dua amplop. Itu langsung ditolak oleh staf kami,” ujar Edwin.
Ia mengaku, tidak mengetahui secara jelas isi dalam amplop tersebut. Lantaran tidak sempat dicek atau membukanya. Apalagi itu tidak berkaitan dengan pemberkasan pengajuan permohonan perlindungan.
“Tidak tahu (isi) amplop itu apa. Amplopnya belum diperiksa, karena bahasanya sudah begini. Ini titipan dari bapak,” terang Edwin.
“Artinya menurut kami bukan berkas atau dokumen terkait permohonan. Ketika dibuka mapnya ada dua amplop (warna) cokelat,” sambungnya.
Ketika amplop tersebut berusaha disodorkan, staf LPSK langsung menolak dan mengembalikan kepada pihak Irjen Ferdy Sambo.
“Kita tidak punya pengetahuan terhadap isi amplop itu, dan tidak ada kebutuhan permohohan perlindungannya. Staf kami menolak untuk dikembalikan lagi ke bapak (Kadiv Propam),” tambah Edwin.