WASHINGTON – Virus Covid-19 belum sepenuhnya hilang di muka bumi. Setelah dilaporkan mengamuk di Singapura, virus yang disebut-sebut berasal dari Chima ini dilaporkan juga mengamuk di Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari Beritasatu.com, di negeri Paman Sam itu, rata-rata lebih dari 300 kematian akibat Covid-19 setiap minggu. Menurut data terbaru dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), terdapat sekitar 350 kematian mingguan akibat virus tersebut pada bulan lalu.
Meskipun angka ini jauh lebih rendah dibandingkan puncak pandemi yang mencatat hampir 26 ribu kematian per minggu pada akhir 2021, para ahli menegaskan bahwa Covid-19 tetap menjadi ancaman serius, terutama bagi kelompok berisiko tinggi.
“Fakta bahwa kita masih melihat kematian menunjukkan bahwa virus tersebut masih beredar dan orang-orang masih jatuh sakit,” ujar Tony Moody, profesor pediatri dan ahli penyakit menular di Duke University Medical Center.
CDC mencatat, per 26 April 2025, hanya 23 persen orang dewasa di AS yang telah menerima vaksin Covid-19 terbaru untuk musim 2024–2025. Angka vaksinasi pada anak-anak lebih rendah lagi, hanya 13 persen.
Menurut Dr Gregory Poland, pakar vaksin dan direktur Atria Research Institute, tingkat vaksinasi tersebut tidak cukup untuk menciptakan perlindungan komunitas yang memadai.
“Beberapa orang memiliki faktor genetik yang membuat tubuh mereka tidak merespons vaksin dengan baik. Yang lebih umum adalah orang-orang dengan defisiensi imun yang tidak dapat memberikan respons perlindungan penuh,” jelasnya.
Efektivitas vaksin juga menurun seiring waktu, sehingga risiko infeksi ulang meningkat. Oleh karena itu, CDC merekomendasikan dua dosis vaksin terbaru bagi orang usia 65 tahun ke atas, dengan jarak enam bulan antar dosis.
Kelompok usia 75 tahun ke atas memiliki tingkat kematian tertinggi, dengan angka sekitar 4,66 kematian per 100.000 orang, menurut data CDC.
Obat Covid-19 seperti Paxlovid (dari Pfizer) dan molnupiravir (Merck-Ridgeback) harus dikonsumsi dalam 5 hari sejak gejala muncul, sedangkan remdesivir diberikan secara intravena dalam 7 hari pertama infeksi.
“Kami tidak menggunakan alat yang kami miliki secara optimal. Uji klinis juga telah menunjukkan hasil yang jelas,” kata Moody.
Namun, banyak pasien tidak segera mencari pertolongan, sehingga kehilangan kesempatan untuk memperoleh perawatan yang efektif pada tahap awal. Moody menekankan pentingnya tes dini, terutama bagi individu dalam kelompok berisiko tinggi.
Selain di AS, lonjakan kasus Covid-19 juga terjadi di berbagai negara seperti Thailand, Singapura, dan Hong Kong. Khususnya di Thailand, pihak berwenang kini memantau ketat varian XEC, turunan dari Omicron.
Menurut Dr Teera Woratanarat dari Universitas Chulalongkorn, varian XEC memiliki potensi penularan hampir tujuh kali lebih tinggi dibanding influenza, meningkatkan risiko penyebaran komunitas secara signifikan.
Meskipun dunia telah melewati masa krisis pandemi, Covid-19 masih menjadi ancaman nyata. Rendahnya cakupan vaksinasi, kekebalan tubuh yang melemah, dan keterlambatan dalam pengobatan menjadi faktor utama yang menyebabkan ratusan kematian masih terjadi setiap minggu di AS.
Intervensi dini dan peningkatan kesadaran publik tetap krusial untuk mencegah kematian yang seharusnya bisa dihindari.