TANGSELXPRESS – Libur Lebaran seringkali membawa perubahan signifikan pada aktivitas harian, terutama adalah pola tidur. Banyak orang cenderung mengubah jam tidur untuk bersilaturahmi, menghadiri acara keluarga, atau sekadar menikmati waktu luang tanpa alarm pagi.
Namun, perubahan ini tak jarang meninggalkan dampak pada tubuh, terutama pada pasca liburan usai dan aktivitas kembali normal. Pola tidur yang berantakan bisa memicu kelelahan berkepanjangan dan memengaruhi performa harian.
Psikolog Klinis Kasandra A. Putranto, lulusan Universitas Indonesia, mengungkapkan bahwa gangguan pada pola tidur dapat menimbulkan dampak negatif, termasuk gangguan kognitif dan percepatan penuaan otak.
Menurutnya, tidur yang tidak teratur atau kurang tidur dapat melemahkan fungsi otak, seperti konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan berpikir logis.
“Kurangnya waktu tidur secara konsisten dapat mempengaruhi kemampuan belajar dan menyerap informasi,” ujar Kasandra seperti dikutip Klik Dokter.
Ia juga menambahkan perubahan jam tidur dapat mengacaukan ritme sirkadian tubuh, yaitu sistem internal yang mengatur siklus tidur dan bangun seseorang.
Gangguan terhadap ritme ini dapat menyebabkan masalah tidur yang lebih serius dan berdampak buruk pada kesehatan secara keseluruhan.
Tidak hanya itu, pola tidur yang terganggu juga bisa memperbesar risiko gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi. Suasana hati yang tidak stabil dan ketidakseimbangan emosi juga kerap muncul sebagai akibat dari kualitas tidur yang buruk.
Terkait dengan kesehatan otak, Kasandra menjelaskan kurang tidur yang berlangsung terus-menerus bisa mempercepat proses degenerasi otak.
“Ada hubungan kuat antara kurang tidur dengan penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer,” jelasnya.
Selain berpengaruh pada otak, kebiasaan tidur yang buruk juga dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung, diabetes, dan obesitas.
Ia menyoroti bahwa salah satu penyebab utama sulit tidur pasca-libur panjang adalah aktivitas sosial yang terlalu padat. Anak-anak termasuk kelompok yang paling rentan, terutama jika mereka mengalami stimulasi berlebihan hingga larut malam.
“Interaksi sosial yang intens, ditambah stres dan kelelahan, dapat mempersulit anak-anak untuk tidur dengan nyenyak,” tuturnya.
Sebagai solusi, Kasandra merekomendasikan beberapa langkah untuk memperbaiki pola tidur secara bertahap.
Ia menyarankan agar seseorang mulai membiasakan diri tidur dan bangun pada jam yang sama setiap hari, termasuk di akhir pekan, guna membantu tubuh menyesuaikan ritme alaminya.
Olahraga rutin juga terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas tidur, namun ia mengingatkan agar tidak berolahraga terlalu dekat dengan waktu tidur.
Selain itu, aktivitas relaksasi seperti membaca buku, meditasi, atau mandi air hangat bisa menjadi solusi terbaik sebelum tidur.
Ia juga menekankan pentingnya menghindari paparan layar perangkat elektronik setidaknya satu jam sebelum tidur, karena cahaya biru dari layar dapat menekan produksi hormon melatonin yang berperan dalam mengatur siklus tidur.
“Ciptakan lingkungan tidur yang nyaman. Pastikan ruangan dalam keadaan gelap, tenang, dan sejuk. Gunakan penutup mata, penyumbat telinga, atau alat white noise bila diperlukan,” tambahnya.
Selain itu, ia menyarankan untuk menghindari konsumsi kafein dan alkohol menjelang waktu tidur karena dapat mengganggu kualitas tidur.
Kebiasaan tidur siang terlalu lama juga sebaiknya dihindari. Kasandra menyarankan agar tidur siang dibatasi maksimal 20–30 menit, dan tidak dilakukan terlalu sore.
“Proses menormalkan kembali pola tidur membutuhkan waktu. Yang penting adalah konsistensi dan kesabaran dalam menjalani rutinitas baru,” tutup Kasandra.