TANGSELXPRESS – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta resmi membuka posko pengaduan berkenaan dengan kasus Pertamax oplosan dalam kasus korupsi di PT Pertamina Patra Jaya pada Kamis (27/2/2025).
Pembukaan posko dilakukan untuk merespons adanya kekhawatiran masyarakat yang dirugikan akibat kasus bensin oplosan Pertalite dan Pertamax.
Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, melaporkan, bahwa hingga Jumat (28/2/2025), LBH Jakarta telah menerima 426 laporan pengaduan, hanya dalam dua hari sejak posko dibuka.
“Setelah buka dua hari, sudah ada 426 pengaduan secara daring yang masuk,” kata Fadhil dalam konferensi pers di Kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/2/2025).
Mengingat tingginya antusiasme masyarakat untuk melaporkan dugaan kerugian akibat Pertamax oplosan, LBH Jakarta memutuskan membuka posko pengaduan luring di kantor mereka.
“Posko luring ini ditujukan bagi masyarakat yang kesulitan mengakses teknologi atau ingin melaporkan secara langsung kerugian yang mereka alami,” tambah Fadhil.
Fadhil menegaskan bahwa posko ini menjadi langkah awal LBH Jakarta dalam memetakan dampak luas kasus dugaan korupsi BBM di lingkungan Pertamina terhadap masyarakat.
“Kami melihat keresahan dan kemarahan masyarakat sudah sangat meluas. Karena itu, kami memandang penting membuka posko pengaduan untuk memfasilitasi masyarakat menyampaikan klaim kerugian mereka,” tuturnya.
Lebih lanjut, Fadhil menyatakan LBH Jakarta akan mendampingi masyarakat dalam menempuh langkah hukum.
Ada beberapa mekanisme yang telah dipersiapkan, diantaranya gugatan warga negara atau citizen lawsuit, serta gugatan perwakilan kelompok atau class action yang bisa diajukan ke pengadilan negeri.
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung telah menetapkan 9 tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor minyak Pertamina. Terbaru, dua petinggi PT Pertamina Patra Niaga, yakni Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga, serta Edward Corne selaku VP Trading Operation, ikut ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka diduga terlibat dalam praktik oplosan BBM jenis Pertamax dengan Pertalite. Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, yang juga telah menjadi tersangka, diduga membeli BBM beroktan 90 atau lebih rendah, namun mengklaim membeli RON 92. BBM beroktan lebih rendah itu kemudian dicampur atau dioplos di depo penyimpanan hingga menghasilkan produk beroktan 92.