TANGSELXPRESS – Marsekal Pertama TNI Wahyu Hidayat Sudjatmiko telah resmi menjabat sebagai Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Dia menggantikan Mayjen TNI Tri Budi Utomo.
Tongkat komando diterima Wahyu Hidayat dalam acara serah terima jabatan yang dipimpin Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (18/7).
Pengangkatan Wahyu Hidayat sebagai Komandan Paspampres merupakan sejarah baru bagi korps yang memiliki moto “Setia Waspada” itu. Wahyu merupakan Komandan Paspampres pertama yang berlatar belakang TNI Angkatan Udara.
Berangkat dari sebuah motivasi untuk meringankan beban orangtua, Wahyu Hidayat Sudjatmiko meniti langkah guna mewujudkan cita-citanya untuk menjadi anggota TNI Angkatan Udara.
Selama perjalanannya, ia menjumpai berbagai rintangan dan dilema. Mulai dari Sang Ayah yang menentang Wahyu Hidayat untuk menjadi anggota TNI, hingga meninggalkan istri dengan dua anaknya yang masih balita untuk mengemban tugas negara.
Akan tetapi, rintangan dan dilema yang menghadang tak lantas memadamkan bara api semangat Wahyu untuk mengabdikan diri sebagai seorang TNI Angkatan Udara.
Kegigihannya mengantarkan putra Jakarta kelahiran 16 September 1971 ini menjadi seorang Komandan Pasukan Pengamanan Presiden atau Danpaspampres melalui Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/558/VI/2022 tanggal 27 Juni 2022.
Kabar tersebut menggemparkan jagat media karena untuk pertama kalinya, seorang anggota TNI Angkatan Udara menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden.
Wahyu pun mengakui hal tersebut. Berbagai ucapan selamat ia terima ketika informasi mengenai dirinya yang ditunjuk menjadi Komandan Paspampres tersebar.
Capaian tersebut merupakan buah dari tujuan mulia Wahyu kala bercita-cita menjadi seorang tentara.
Meringankan Beban Orangtua
Wahyu Hidayat merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Kakak pertama dan keduanya perempuan, sedangkan ia dan saudara bungsunya laki-laki.
Ketika Wahyu menempuh pendidikan di SMA 67 Jakarta yang berlokasi di Halim Perdana Kusuma, ia menyadari beban sang ayah, Pembantu Letnan Satu (Peltu) Djatmiko Sujadno, yang harus membiayai kedua kakaknya untuk menempuh kuliah di dua universitas swasta. Saat itu, Djatmiko masih berpangkat sersan di TNI AU.
Biaya yang dibutuhkan tidak sedikit. Wahyu membayangkan betapa beratnya tanggungan Sang Ayah sebagai tulang punggung keluarga.
Oleh karenanya, dengan penuh keyakinan, Wahyu mengatakan kepada Djatmiko bahwa ia ingin menjadi tentara.
“Tujuan saya menjadi tentara adalah saya kerja. Saya ingin membantu orang tua saya,” ucap Wahyu kala dirinya mengenang kembali motivasi untuk menjadi seorang tentara.
Alih-alih mendapatkan dukungan, Djatmiko justru menentang keinginan Wahyu. Djatmiko meminta Wahyu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan di universitas negeri melalui jalur sipenmaru atau seleksi penerimaan mahasiswa baru.
Akan tetapi, tumbuh besar di lingkungan tentara membuat Wahyu membulatkan tekadnya untuk menjadi seorang tentara. Meski memperoleh tentangan dari Djatmiko, Wahyu tetap mendaftarkan diri untuk masuk ke Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau AKABRI.
Selain mendaftarkan diri di AKABRI, Wahyu juga sempat mendaftarkan diri sebagai bintara polisi. Usai pengumuman kelulusan dan ia dinyatakan lulus di AKABRI dan Polri, Wahyu memilih untuk mengikuti cita-citanya menjadi anggota TNI.
Tahun 1990, tuturnya mengisahkan, ia berangkat ke Magelang, Jawa Tengah, tepat setelah ia menuntaskan pendidikannya di jenjang SMA.
Jerih payahnya dalam menjalani seleksi lantas menghasilkan buah manis; Wahyu terpilih untuk menjadi anggota TNI Angkatan Udara, matra yang menjadi pilihan pertama pria dengan zodiak Virgo ini.
Terinspirasi oleh sosok yang kala itu menjadi pengasuhnya saat berada di tingkat tiga, yakni mantan Komandan Komando Pasukan Gerak Cepat Marsda TNI (Purn) Eris Widodo Yuliastono, Wahyu pun memilih untuk menjadi bagian dari Korps Pasukan Khas (Paskhas), yang saat ini bernama Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat).
Dari titik tersebut, kariernya pun dimulai.
Istri yang Menguatkan