TANGSELXPRESS- Dalam konferesi pers APBN Kita Edisi Bulan Februari 2022, Kementerian Keuangan membagi anggaran pemulihan ekonomi menjadi tiga kelompok, antara lain penanganan kesehatan, perlindungan masyarakat dan penguatan pemulihan ekonomi.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyebutkan bahwa pada tahun 2022 alokasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp455,62 triliun. Penanganan kesehatan dialokasikan sebesar Rp122,54 triliun, perlindungan masyarakat sebesar Rp154,76 triliun, dan penguatan pemulihan ekonomi sebesar Rp178,32 triliun.
Di antara ketiga kelompok tersebut, yang realisasi anggarannya terendah adalah kelompok penguatan pemulihan ekonomi.
Nuri Resti Chayyani, Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute (TII), menyoroti kondisi rendahnya realisasi PEN pada kelompok penguatan pemulihan ekonomi yang di dalamnya terdapat bantuan untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
UMKM merupakan penopang utama percepatan pemulihan ekonomi Indonesia karena memiliki multiplier effect mulai dari ketenagakerjaan hingga kondisi moneter.
Dalam pengamatannya yang terangkum pada laporan tahunan TII, Policy Assessment 2022, Nuri menuliskan kondisi realisasi program PEN untuk penguatan ekonomi terutama kepada UMKM, dampak realisasi PEN pada UMKM, serta kendala yang dihadapi UMKM. Nuri juga menyebutkan pihak yang telah membantu penguatan ekonomi selain dari PEN.
“Anggaran PEN yang dialokasikan untuk penguatan pemulihan ekonomi merupakan yang terbesar dari total alokasi. Namun, hingga 3 Juni 2022, realisasinya merupakan yang paling rendah di antara kelompok lain,” ujar Nuri.
Laporan Policy Assessment 2022 yang berjudul “Efektivitas Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Terhadap Klaster UMKM” tersebut mengungkapkan bahwa sejak bulan Februari hingga Juni 2022, realisasi penguatan ekonomi adalah yang terendah, yaitu sebesar Rp14,8 triliun atau sekitar 8,3 persen dari Rp178,3 triliun total anggarannya. Berbeda dengan kelompok perlindungan masyarakat, yang realisasinya sudah mencapai Rp55,8 triliun atau sebesar 36,1 persen dari total anggaran Rp154,8 triliun.
Nuri menjelaskan, hal tersebut dikarenakan oleh dampak ketidakpastian global dan peningkatan harga pada awal tahun akibat konflik Rusia-Ukraina. Belum kuatnya ekonomi masyarakat pada saat landainya kasus Coronavirus disease 2019 (Covid-19) di Indonesia, membuat masyarakat dihadapkan dengan lonjakan harga komoditas global seperti Crude Palm Oil (CPO) sehingga pemerintah mengalokasikan bantuan ke Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).
“Walaupun realisasi anggaran untuk penguatan ekonomi adalah yang terendah, namun dampaknya kepada UMKM dapat dilihat dari kondisi posisi kredit dalam Survei Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) Edisi bulan April 2022 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI). Secara umum, terdapat peningkatan kredit sejak bulan Januari hingga Maret 2022,” ungkap Nuri.
Nuri juga menyebutkan bahwa berdasarkan ukuran skala usaha, yang paling banyak melakukan kredit adalah usaha mikro. Selain itu, kendala yang dihadapi dalam penyaluran manfaat adalah risiko gagal bayar yang merugikan peminjam dan ketimpangan literasi bagi UMKM dalam informasi ketersediaan pinjaman.
“Kementerian Keuangan bersama Kementerian Koperasi dan UMKM perlu menggencarkan lagi informasi terkait adanya bantuan PEN kepada UMKM. Baik untuk UMKM yang baru mendirikan usahanya, maupun UMKM yang telah terdaftar bantuan sebelumnya. Hal tersebut membutuhkan pendataan dan pengawasan yang lebih ketat agar tepat sasaran. Terkait bantuan subsidi bunga yang diberikan, bank umum dan swasta, termasuk Lembaga Pengelola Dana Bantuan (LPDB) yang berada di bawah Kemenkop UMKM, perlu mencari solusi agar peminjam tidak gagal bayar dan menimbulkan kredit macet. Kita juga perlu mengapresiasi pihak lain seperti Program Melati Nusantara yang membantu pelaku usaha perempuan untuk bersinergi dalam penguatan pemulihan ekonomi menuju masyarakat sejahtera,” tutup Nuri.