JAKARTA – Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari menyatakan pihaknya berencana mengunjungi lokasi pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat. Perusahaan penambang akan ditemui untuk memastikan operasional tambang tak merusak lingkungan.
“Saya akan turun langsung ke lapangan untuk memastikan bahwa perusahaan tambang mematuhi regulasi lingkungan dan tidak merugikan masyarakat,” ujar Ratna, Senin, 9 Juni 2025.
“Kalau hal tersebut terbukti dilanggar tentu kami akan meminta pihak berwenang segera menutup operasi kegiatan pertambangan tersebut,” tegasnya.
Legislator PKB dapil Jawa Timur itu juga menyoroti pentingnya melibatkan akademisi dalam evaluasi dampak lingkungan dari investasi industri tersebut.
“Pemerintah perlu melibatkan pakar dan akademisi untuk menghitung secara cermat dampak ekologis yang ditimbulkan, ada banyak pakar green economy di Indonesia. Tentu akan sangat rugi pemerintah kalo membuat perencanaan tanpa melibatkan para ekspertis ini,” katanya.
Di sisi lain, Ratna juga mengingatkan bahwa kerusakan lingkungan akibat pertambangan dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang lebih besar.
Ia pun berharap pemerintah dan perusahaan tambang dapat bekerjasama untuk menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan tambang.
“Jangan hanya menggunakan dalih hilirisasi untuk mengabaikan nilai-nilai keberlanjutan lingkungan,” kata Ratna.
“Kerusakan alam yang terjadi dapat mengurangi potensi ekonomi jangka panjang, seperti sektor pariwisata perikanan, bahkan berkontribusi besar untuk kerusakan ekosistem yang mengancam keberlangsungan seluruh makhluk hidup di dalamnya,” pungkas anggota komisi yang bermitra dengan Kementerian ESDM itu.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memutuskan untuk menghentikan sementara operasi pertambangan nikel dari PT GAG Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
“Kami untuk sementara, kita hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapangan,” ujar Bahlil dalam jumpa pers di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Kamis 5 Juni 2025.