KECURANGAN (fraud) dalam dunia kerja telah menjadi ancaman serius bagi stabilitas dan keberlangsungan perusahaan. Baik dilakukan oleh karyawan biasa maupun manajemen tingkat atas, praktik ini berdampak langsung pada kerugian finansial, penurunan reputasi, dan hilangnya kepercayaan stakeholders.
Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud adalah tindakan yang disengaja untuk memperoleh keuntungan yang tidak sah melalui penipuan atau manipulasi. Fraud merupakan bahaya laten yang mengancam dunia. Hasil penelitian Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Global menunjukkan bahwa setiap tahun rerata 5% dari pendapatan organisasi menjadi korban fraud.
Fenomena ini merugikan perusahaan tidak hanya dari segi finansial, tetapi juga dari sisi reputasi dan moral organisasi, meskipun tidak selalu terlihat di permukaan, fraud memiliki akar yang kompleks dan memerlukan pendekatan multidimensional untuk mencegah dan menanggulanginya.
Menurut teori segitiga kecurangan (fraud triangle) yang dikembangkan oleh Donald R. Cressey, terdapat tiga elemen utama yang mendorong individu untuk melakukan kecurangan:
- Tekanan (Pressure)
Pressure dari masalah finansial atau keuangan yang tidak dapat dibagikan oleh pelaku menjadi motif kecurangan (Cressey, 1950 dalam penelitian Dorminey et al, 2012) Seseorang mungkin tidak terlihat memiliki masalah keuangan karena mungkin untuk memenuhi gaya hidupnya agar terlihat seperti tidak memiliki masalah keuangan. Atau kemungkinan egonya yang besar membuat seseorang enggan atau malu untuk meminta bantuan ketika mengalami masalah keuangan sehingga dia mencari cara untuk keluar dari masalah keuangannya dengan usaha sendiri, yakni melakukan kecurangan. - Kesempatan (opportunity)
Opportunity disebabkan oleh dua hal, pengendalian internal perusahaan yang lemah atau kecil kemungkinan akan tertangkap ketika melakukan fraud. Georgios (2019) mengatakan bahwa untuk menciptakan kesempatan ada dua hal yang diperlukan, yakni informasi dan kemampuan teknis. Yang dimaksud dengan informasi adalah pengetahuan mengenai bagaimana mencari celah dalam system pengendalian internal perusahaan sehingga pelaku dapat memperoleh kesempatan untuk melakukan fraud. Kemampuan teknis adalah bagaimana kemampuan pelaku dalam melakukan kecurangan atau pelanggaran. Jika hanya mengetahui celah pengendalian internal namun tidak memiliki skill teknis dalam melakukan kecurangan, maka pelaku tidak dapat menerobos sistem pengendalian internal perusahaan. - Rasionalisasi (Rationalization)
Rationalization memungkinkan pelaku fraud untuk memahami Tindakan pelanggaran dan membuatnya tetap menjaga image dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya. Rasionalisasi ini bisa dikatakan sebagai motif pelanggaran karena pelaku tidak melihat dirinya sebagai seorang criminal, tetapi karena sedang butuh makanya pelaku melakukan pelanggaran dan menyalahkan lemahnya pengendalian internal perusahaan sehingga dia bisa menerobos pengendalian dan melakukan kecurangan.
Ketiga elemen ini sering kali saling berinteraksi dan menciptakan lingkungan yang subur bagi kecurangan. Dalam konteks organisasi, manajemen yang tidak transparan atau budaya kerja yang permisif dapat memperburuk situasi.
Fakta di Lapangan Kecurangan yang Dilakukan Karyawan
Di tingkat karyawan, kecurangan sering kali berupa pencurian aset perusahaan, manipulasi data absensi, atau penyalahgunaan fasilitas. Sebagai contoh, laporan dari Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menunjukkan bahwa pencurian aset adalah jenis kecurangan yang paling umum, meskipun nilai kerugiannya cenderung lebih kecil dibandingkan jenis kecurangan lainnya.
Kasus pencurian aset kecil seperti alat tulis atau manipulasi laporan jam kerja mungkin terlihat sepele, tetapi jika dilakukan secara sistematis oleh banyak karyawan, dampaknya bisa signifikan. Di beberapa kasus, karyawan bahkan bekerja sama untuk menutupi jejak kecurangan mereka, membuat proses investigasi menjadi lebih kompleks.
Fakta di Lapangan Kecurangan oleh Manajemen
Di sisi lain, kecurangan oleh manajemen sering kali melibatkan nilai yang jauh lebih besar dan berdampak sistemik. Jenis kecurangan ini meliputi manipulasi laporan keuangan, penggelapan dana, atau praktik suap dan korupsi. Contoh nyata adalah skandal Enron dan WorldCom, di mana manajemen puncak memalsukan laporan keuangan untuk menarik investasi dan mempertahankan harga saham. Perusahaan ini menggunakan praktik akuntansi kreatif untuk menyembunyikan utang dan meningkatkan laba, hingga akhirnya bangkrut pada tahun 2001
Dapat dilihat bahwa kecurangan di tingkat manajemen cenderung lebih sulit terdeteksi karena para pelaku biasanya memiliki akses ke sistem yang lebih luas dan otoritas untuk menutupi tindakan mereka. Dalam banyak kasus, ketiadaan mekanisme check and balance menjadi penyebab utama terjadinya kecurangan semacam ini.
Mengatasi dan Mencegah Kecurangan
Untuk mencegah kecurangan di lingkungan kerja, perusahaan dapat menerapkan langkah-langkah berikut:
- Membangun Sistem Pengawasan yang Efektif
Audit internal yang rutin, pemisahan tugas, dan penggunaan teknologi seperti analitik data dapat membantu mendeteksi anomali. - Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas
Budaya keterbukaan dalam pengambilan keputusan dan pelaporan keuangan dapat mengurangi kesempatan bagi kecurangan. - Menguatkan Etika Kerja
Pelatihan etika secara berkala dan penegakan kode etik perusahaan dapat membantu karyawan dan manajemen memahami pentingnya integritas. - Mekanisme Pelaporan yang Aman
Memberikan fasilitas whistleblowing yang melindungi pelapor dari ancaman atau intimidasi.
Kesimpulan
Fraud adalah ancaman serius bagi keberlangsungan bisnis dan integritas organisasi. Dengan memahami teori seperti Fraud Triangle dan belajar dari kasus-kasus nyata, perusahaan dapat mengambil langkah-langkah preventif untuk meminimalkan risiko. Pada akhirnya, menciptakan lingkungan kerja yang adil dan transparan adalah kunci untuk mencegah kecurangan di masa depan.
Penulis: