TANGSELXPRESS – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menilai salah satu penyebab mahalnya biaya uang kuliah tunggal (UKT) Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) karena adanya Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Peraturan tersebut menyerahkan biaya pendidikan untuk dikelola secara mandiri oleh kampus.
“Kami melihat dampak dari permasalahan ini adalah karena ada beban melalui Permendikbud 2/2024 yang untuk pembiayaan itu diserahkan kepada perguruan tinggi, tanpa dasar yang kuat sampai beberapa besar tingginya,” ujar Dede usai rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5/2024).
“Itu sebabnya kenaikan itu menjadi beragam ada yang naik 100 persen ada yang sampai 500 persen naiknya,” sambungnya.
Dampak dari Permen tersebut, PTN harus membiayai secara mandiri biaya operasional pendidikannya sebesar 70%. Pasalnya, pemerintah hanya memberikan subsidi 30% untuk membantu membiayai operasional PTN.
“Nah, dari perguruan tinggi negeri itu sekarang dipotong jauh biaya operasionalnya oleh pemerintah sehingga hanya mampu membiayai 30%, 70% disuruh mencari pendanaannya sendiri. Nah inilah yang kampus-kampus belum siap terutama perguruan tinggi negeri karena mereka bukan swasta. Mereka tidak dibiasakan untuk membuat sebuah namanya funding arrangment lah. Jadi hanya mengharapkan bantuan dari pemerintah,” ungkap dia.
Dengan kondisi seperti itu, sejumlah PTN akhirnya membebani biaya pendidikan kepada mahasiswa dengan menaikkan UKT hingga 100-500%. Menurut dia, Komisi X DPR mendesak pemerintah meninjau ulang Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 sebagai salah satu penyebab mahalnya UKT.
Menurut Dede Yusuf, revisi Permendikbudristek merupakan langkah tercepat untuk memberikan solusi atas mahalnya UKT. Sementara itu, langkah jangka panjang, kata dia, melalui panja pembiayaan pendidikan.
“Ini kita akan review komponen apa yang urgent sehingga harus dinaikkan. Kalau ternyata tidak urgent kan, ya tidak perlu juga. Ditanyakan itu nanti prosesnya sekali lagi melalui panja. Jadi panja itu long term membutuhkan waktu 3-4 bulan. Kalau yang tercepat ini adalah meminta pemerintah merevisi Permendikbud,” tambahnya.
Sumber: beritasatu.com