TANGSELXPRESS – Hari itu Kamis malam Jumat Kliwon. Perut Mulyati mules bukan main, tandanya sebentar lagi dia akan melahirkan.
Sudah dua jam, Sumadi suaminya belum juga datang. Sumadi pergi ke desa sebelah untuk memanggil bidan Umi.
“Lama banget Mas Sumadi. Perut mules banget ini,” keluh Mulyati.
Malam itu, hujan semakin deras. Angin di luar rumah bertiup sangat kencang. Suara petir juga sahut-sahutan memekakkan telinga.
Suasanya malam itu semakin mencekam saat suara lolongan anjing terdengar di sudut desa.
“Maaas Sumadi, aku gak kuat maasss,” teriak Mulyati.
Di saat yang bersamaan, terdengar suara pintu depan diketok seseorang.
“Kulonuwun mbak Mulyati,” kata suara wanita di luar pintu.
“Masuk mbak, pintu gak dikunci,” kata Mulyati menyahut.
Sedetik kemudian, seorang wanita paruh baya masuk ke rumah Mulyati.
“Mbak, katanya mau melahirkan. Tadi Mas Sumadi minta saya untuk datang menolong. Oh iya, nama saya Hening,” kata wanita itu memperkenalkan diri.
“Lha suami saya kemana mbak?,” tanya Mulyati.
“Tadi dia pulang duluan, katanya ada yang mau dia beli,” kata Hening sambal mengurut perut Mulyati.
Mulyati merasa, tangan Hening sangat dingin. Dingin banget bagai es.
“Mungkin karena terkena air hujan,” batin Mulyati.
Yang membuat dia sedikit ketakutan, ada bau tak enak yang sempat dia cium saat Hening mendekat. Bau itu mirip dengan bau bangkai.
“Jangan takut ya, tahan napas dan dorong bayinya dengan pelan,” kata Hening menuntun Mulyati untuk melahirkan.
Malam itu, proses persalinan berjalan sangat lancar dan cepat. Tepat pukul 23.00, Mulyati berhasil melahirkan bayi laki-laki.
“Anaknya tampan sekali. Aku bersihkan dulu ya,” kata Hening sambal beranjak pergi ke dapur.
Tak lama setelah Hening membawa bayi ke dapur, datanglah Sumadi dengan tergopoh-gopoh dengan baju basah kuyup terkena air hujan. Dia
datang Bersama seorang wanita.
“Dik, ini bu Umi, bidan yang akan menolong persalinanmu,” kata Sumadi.
Mulyati terkejut dengan kedatangan Sumadi dan Umi.
“Mas aku baru saja melahirkan dan ditolong Mbak Hening. Bukannya dia yang menyuruh kamu mas datang ke sini?,” kata Mulyati.
“Hening siapa, aku gak minta tolong orang lain selain Bu Umi,” kata Sumadi.
Sumiyati kaget. Dia merasa ada yang ganjil dengan wanita yang baru saja menolongnya.
“Mas, dia ke belakang bersama anak kita. Tolong mas kejar dia, selamatkan anak kita,” teriak Mulyati kepada Sumadi.
Pria 35 tahun itu tersadar, sesuatu yang horor baru saja terjadi di rumah itu. Dia berlari ke dapur mengejar Hening yang membawa anaknya.
Namun, di sana dia tak menemukan siapapun. Pintu dan jendela dapur masih terkunci rapat, tak ada tanda seseorang keluar atau masuk ke sana.
“Duh, kemana dia,” batin Sumadi.
Sumadi pun keluar dapur menuju kebun di belakang rumahnya. Dia berusaha menemukan anaknya.
Saat itulah, Sumadi melihat sesosok wanita berbaju putih dan berambut panjang sedang menggendong seorang bayi mungil.
“Oh itu anakku, tolong kembalikan,” teriak Sumadi.
“Hiihihiiiii……hihihiiiiiiiiiii,” wanita itu hanya tertawa dan menghilang menuju rumpun bambu.
Malam itu, desa tempat tinggal Sumadi geger. Berita bayi Sumadi diculik Kuntilanak langsung tersebar seantero desa.
Malam itu juga, warga bergotong royong mencari sang bayi agar segera dikembalikan ke orangtuanya. Sejumlah tokoh supranatural dan tokoh agama ikut membantu.
Doa-doa terus mereka panjatkan agar sang makhluk astral segera mengembalikan bayi itu dalam keadaan selamat.
Beruntung, menjelang subuh, warga mendengar suara tangisan bayi di bawa rerumpunan pohon bambu.
Mereka segera menyelamatkannya dan segera menyerahkan kepada Sumadi dan Mulyati. “Alhamdulillah, anak kami bisa diselematkan,” kata Sumadi. (*)