TANGSELXPRESS – Kegiatan penguasaan fisik yang dilakukan Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) atas aset dengan nama PT Tjitajam berupa tanah seluas 538.000 m2 memicu gejolak.
Pasalnya, pemasangan plang atas Aset Properti eks BPPN/eks BLBI berupa tanah dengan luas keseluruhan ± 538.000 m2 beberapa waktu lalu di Desa Cipayungjaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor atau sekarang masuk wilayah Kelurahan Cipayungjaya, Kecamatan Cipayung, Kota Depok, Jawa Barat, terus mendapatkan perlawanan dari pihak PT Tjitajam, Sabtu 20 Mei 2023.
Informasi yang berhasil dihimpun, aset yang disita tersebut kabarnya merupakan Barang Jaminan Diambil Alih (BJDA) eks PT Bank Central Dagang/eks debitur PT Mitra Unggul Bina Nusa dan diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban PT Bank Central Dagang oleh BPPN.
Aset telah tercatat sebagai aset milik negara dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Laporan Keuangan Transaksi Khusus, yang saat ini dikelola Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
“Penguasaan fisik aset properti eks BPPN eks BLBI dilakukan oleh Satgas BLBI dimulai dengan apel pagi pada pukul 08.00 WIB oleh seluruh petugas dan dilanjutkan dengan pemasangan plang di 15 titik lokasi,” terang, Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban dalam keterangan tertulis yang berhasil dikutip wartawan.
Rionald menyebut kegiatan itu pada prinsipnya untuk menegakkan hak-hak negara. Jika terdapat pihak lain yang keberatan, dapat dilakukan upaya hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Aset properti eks BLBI di atas menjadi prioritas penanganan oleh Satgas BLBI.
Sementara, dengan adanya penguasaan yang dilakukan oleh Satgas BLBI tersebut membuat pihak PT Tjitajam angkat bicara. Menurut kuasa hukum PT Tjitajam, Reynold Thonak mengatakan bahwa penguasaan tersebut dinilai tidak sah.
Sebab, kata Reynold, dasar yang digunakan Satgas BLBI untuk mengklaim tanah tersebut berupa perjanjian di bawah tangan atau disebut dengan perjanjian penyelesaian pinjaman tertanggal 11 Desember 1998. Dimana pihak dalam perjanjian tersebut adalah Bank Central Dagang yang diwakili oleh Hovert Tantular dan PT Mitra Unggul Bina Nusa.
“Bahwa yang dijadikan jaminan dalam perjanjian tersebut adalah SK Kanwil Jawa Barat Nomor: 960/HGB/KWBPN/1997 tertanggal 29 Oktober 1997 Bukan Sertipikat Hak Guna Bangunan. Perlu dijelaskan, klien kami tidak pernah memiliki hubungan hukum apapun dengan pihak-pihak tersebut,” jelas Reynold Thonak saat dijumpai di ruang kerjanya di seputaran BSD, Kota Tangerang Selatan.
Dengan demikian, Reynold menilai adanya ketidakbenaran dalam perjanjian di bawah tangan tersebut. Dengan begitu, pihaknya mengaku telah mengajukan upaya hukum di Pengadilan Negeri (PN) Depok dengan nomor register: 181/Pdt.G2020/PN.Dpk.
“Hasil dari putusan perkara tersebut mengabulkan gugatan klien kami dan membatalkan perjanjian penyelesaian pinjaman tertanggal 11 Desember 1998,”bebernya.
“Selain membatalkan perjanjian di bawah tangan, putusan tersebut juga telah memerintahkan kepada Menteri Keuangan untuk mengeluarkan, mencoret atau menghapus SK Kanwil nomor 960 dari daftar barang milik negara maupun catatan yang diperuntukkan untuk itu,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Reynold Thonak menjelaskan, bahwa putusan Pengadilan Negeri Depok nomor 181/Pdt.G2020/PN.Dpk telah dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Bandung dan saat ini sedang dalam proses pemeriksaan kasasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia.