TANGSELXPRESS- Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dideklarasikan menjadi calon presiden (capres) oleh sejumlah relawan yang menamakan diri sebagai Komunitas Pendukung Ibu Susi (Kopi Susi). Terkait hal tersebut, Ahmad Hidayah, Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute (TII), mengatakan bahwa kemunculan Susi Pudjiastuti tidak mengherankan.
“Bagi saya, hal ini tidak mengherankan. Susi Pudjiastuti sudah memiliki nama, yang jelas berarti popularitas. Selain itu, track record juga jelas, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan,” jelas Ahmad.
Lebih lanjut, Ahmad menjelaskan bahwa hasil jajak pendapat yang dibuat oleh TII dengan melibatkan 75 responden anak muda, menempatkan nama Susi Pudjiastuti sebagai capres perempuan yang paling banyak dipilih (38,67%). Jika dilihat lebih dalam, alasan memilih Susi Pudjiastuti adalah karena memiliki ketegasan dan pengalaman.
Ahmad pun menambahkan bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian terkait masuknya Susi Pudjiastuti ke dalam bursa capres 2024. Pertama, elektabilitas. Berdasarkan beberapa hasil lembaga survei, elektabilitas Susi Pudjiastuti masih rendah. Misalnya hasil survei dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada bulan Februari 2022, memperlihatkan bahwa elektabilitas Susi Pudjiastuti hanya 1,9 persen.
“Yang menjadi persoalan adalah elektabilitas Susi Pudjiastuti masih rendah. Bahkan, beberapa lembaga survei pun tidak memasukkan nama Susi Pudjiastuti di posisi capres. Ini tentu berdampak bagi apakah partai politik mau meminang Susi Pudjiastuti. Kita sama-sama tahu, nama-nama seperti Ganjar Pranowo atau Anies Baswedan banyak dikaitkan dengan dukungan partai politik karena memiliki elektabilitas yang tinggi,” jelas Ahmad.
Selain itu, Ahmad menjelaskan kemunculan Susi Pudjiastuti setidaknya dapat mengisi calon presiden perempuan yang masih sedikit sampai saat ini. Untuk itu, perlu dilihat kembali alasan kemunculan Susi Pudjiastuti sebagai capres.
“Jadi, perlu dilihat lagi Susi Pudjiastuti ini dimajukan karena apa. Harus ada daya pikat yang tidak dimiliki kandidat lain dan ceruk pemilih yang jelas. Kalau hanya karena punya track record, ketegasan, tentu ini jadi sulit, karena calon lain pun punya hal tersebut. Namun, kalau misalnya maju karena ingin mengambil ceruk pemilih perempuan dan mengedepankan kualitas dan nilai-nilai pemimpin perempuan, ini setidaknya lebih memungkinkan, karena tidak banyak calon presiden perempuan,” papar Ahmad.
“Dan, seharusnya lebih banyak kandidat perempuan potensial
yang perlu diangkat oleh lembaga survei dalam daftar capres maupun cawapres potensial di pemilu mendatang,” sambungnya.