TANGSELXPRESS- Ombudsman Propinsi Banten memberikan warning atau peringatan untuk semua sekolah swasta maupun negeri di Banten. Sekolah itu seperti SMA, Aliyah sederajat, dan untuk SMP, Tsanawiyah sederajat serta SD, Ibtidaiyah sederajat.
Peringatan itu diberikan Ombudsman agar pihak sekolah sungguh-sungguh merefleksikan nilai objektif, transparan, akuntabel, dan non-diskriminatif dalam penyelenggaraan PPDB 2022, Jum’at 27 Mei 2022.
Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Banten, Dedy Irsan menjelaskan, pihaknya menyerukan kepada seluruh pihak agar bersama-sama menjaga integritas pelaksanaan PPDB.
“Tidak akan ada harga dan artinya Permendikbud, Pergub, Peraturan Kepala Dinas mengenai juklak/juknis PPDB jika para pihak, mulai dari penyelenggara (Dinas serta satuan Pendidikan/sekolah terkait),” terang Dedy Irsan.
“Pimpinan lembaga baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif baik vertikal maupun daerah, aparat penegak hukum, penggerak dan penggiat organisasi masyarakat, serta media massa tidak memiliki komitmen untuk bersama-sama menjaga dan mengawal PPDB. Agar terbebas dari intervensi, intimidasi, atau upaya-upaya lain yang dapat merusak kemurnian PPDB itu sendiri,” tuturnya.
Dengan demikian, Dedy mengingatkan seruan ini pada dasarnya selalu digaungkan Ombudsman setiap tahun pada pelaksanaan PPDB. Sebab, dari hasil pengawasan dan temuan Ombudsman, selain permasalahan pada sistem PPDB yang antara lain mencakup aplikasi, server, jaringan, dan lain sebagainya.
Selain itu, disebutkan kelemahan pada desain regulasi, dukungan anggaran, peningkatan kompetensi SDM yang minim, mekanisme layanan dan tindak lanjut laporan atau pengaduan yang lemah, serta persiapan yang kurang memadai dan seterusnya.
“Permasalahan yang kerap menjadi hantu yang merusak PPDB adalah adanya intervensi, intimidasi, pungli, suap atau gratifikasi kepada para penyelenggara PPDB,” ujar Dedy.
Terpisah, Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman Banten, Zainal Muttaqin pun menjelaskan terkait salah satu temuan Ombudsman Banten atas penyelenggaraan PPDB tahun lalu.
Menurut Zainal, temuan itu khususnya pada PPDB tingkat SMA/SMK/SKh, adalah pelanggaran terhadap ketentuan daya tampung atau kapasitas (kuota) siswa yang diterima oleh sekolah.
“Untuk diingat bersama, daya tampung ditetapkan oleh Dinas Pendidikan setempat, dalam hal ini misalnya PPDB SMA/SMK/SKh ditetapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten,” kata Zaenal Muttaqin.
“Untuk memastikan bahwa sekolah dapat memenuhi SPM (standar pelayanan minimal) jumlah siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) atau kelas yang dimiliki oleh sekolah sebagaimana diatur oleh Kementerian Pendidikan,” paparnya.
Dengan begitu, Zainal menyampaikan bahwa norma yang sama juga dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan di tiap Kabupaten/Kota. Faktanya, lanjut Zainal, sesuai hasil investigasi khusus Ombudsman Banten, ketentuan daya tampung ini seperti diabaikan mayoritas SMA dan SMK milik pemerintah di Provinsi Banten.
“Kelebihan daya tampung ini terjadi khususnya di Kota Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan yang jumlahnya mencapai hampir 4000 siswa atau ada tambahan 30 rombel/kelas di luar ketentuan daya tampung sekolah,” jelas Zaenal.
Ironisnya, hal tersebut tidak tampak dari penyelenggaraan PPDB yang dislogankan beserta dengan aturan dan tahapan-tahapan yang harus diikuti secara ketat oleh para calon siswa atau orangtua/wali murid.
Ada sekolah yang kemudian memaksakan lebih dari 45 siswa per kelas. Atau bahkan sangat mungkin sekolah akhirnya menggunakan ruang laboratorium atau ruang perpustakan sebagai kelas untuk menampung siswa-siswa tersebut.
“Kita tidak akan mendapati fakta ini dari hasil (pengumuman) akhir PPDB. Kita baru bisa menemukannya jika membandingkan antara regulasi daya tampung dengan jumlah siswa/peserta didik pada saat awal tahun ajaran baru, yang bisa jadi beberapa hari atau pekan setelah proses PPDB,” urainya.
“Oleh karenanya, wajar banyak orangtua/walimurid yang menyampaikan kepada Ombudsman mengenai relevansi pelaksanaan PPDB jika masih banyak yang diterima melalui jalur di luar PPDB,” papar Zaenal Muttaqien.
Namun, Zainal juga menyambung, tidak sedikit SMA/SMK di bawah Pemerintah Provinsi yang di sisi lain belum dapat memenuhi kuota atau daya tampung tersebut. Secara sederhana, menurut Zainal, sekolah ‘favorit’ akan cenderung melanggara ketentuan daya tamping dan sebaliknya sekolah negeri lain malah kekurangan siswa.
“Oleh karenanya, kami memandang, Dinas Pendidikan perlu mengevaluasi betul formula ataupun proses penyusunan Daya Tampung ini. Jika tahun ini sudah yakin, maka perlu lebih serius mengawasi implementasinya dalam proses PPDB. Sebab jika tidak, untuk apa?,” tandasnya.
Tim Ombudsman Banten telah mendalami temuan tersebut dan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Inspektorat Daerah Provinsi Banten. Tujuannya, antara lain, untuk mendesak adanya perbaikan yang substantif dan signifikan dalam penyelenggaraan PPDB.(WD)