PERKEMBANGAN teknologi finansial telah memberikan akses luas kepada masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap berbagai produk keuangan digital. Akan tetapi, kemudahan ini juga menimbulkan risiko signifikan, terutama bagi generasi milenial dan Gen Z.
Di tengah kemampuan digital yang tinggi, mereka justru lebih mudah terpapar dan terjebak dalam praktik pinjaman online (pinjol) serta judi online (judol), yang berpotensi memicu krisis keuangan pribadi. Rendahnya pengetahuan tentang pengelolaan keuangan menjadi faktor dominan yang membuat mereka rentan menghadapi tekanan finansial akibat utang dan kerugian akibat perjudian daring (Dayinati et al., 2024).
Karakteristik khas generasi ini mencakup keinginan untuk cepat mencapai kesejahteraan finansial, namun tidak diimbangi dengan perencanaan keuangan yang matang. Banyak di antara mereka menggunakan layanan pinjaman digital sebagai solusi jangka pendek terhadap gaya hidup konsumtif.
Menurut Putri et al. (2025), minimnya kemampuan dalam menyusun anggaran dan membuat prioritas finansial menyebabkan perilaku konsumsi yang tidak sehat. Anggraheni (2025) bahkan mengungkapkan bahwa lebih dari separuh pengguna pinjol muda mengalami kesulitan dalam pembayaran cicilan, yang kemudian memperburuk kondisi ekonomi pribadi mereka.
Selain utang digital, praktik judi online juga semakin marak di kalangan anak muda. Judi dalam bentuk aplikasi taruhan atau permainan digital semu kerap kali disalahartikan sebagai peluang cepat mendapatkan keuntungan. Studi Dayinati et al. (2024) menyoroti fenomena doom spending, yakni kebiasaan belanja berlebihan dan impulsif sebagai bentuk pelarian dari tekanan hidup, yang seringkali berujung pada keterlibatan dalam praktik perjudian.
Gen Z, sebagai kelompok yang sangat adaptif terhadap platform digital, menjadi kelompok dengan tingkat paparan tertinggi terhadap aplikasi semacam ini.
Akumulasi pinjaman yang tidak terkendali dan pengeluaran impulsif menjadi pemicu utama krisis keuangan pribadi. Dalam penelitian Muzakiyah (2024), ditemukan bahwa sebagian besar responden dari generasi muda tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar bulanan mereka tanpa mengandalkan pinjaman ulang.
Ketergantungan semacam ini menciptakan siklus utang yang sulit diputus, serta menimbulkan tekanan psikologis dan sosial. Beban finansial tersebut berkontribusi pada penurunan kualitas hidup dan mempengaruhi relasi interpersonal serta produktivitas kerja atau studi.
Beberapa upaya mitigasi telah dilakukan, termasuk melalui pendidikan keuangan di lingkungan perguruan tinggi dan komunitas. Program pelatihan literasi keuangan yang dirancang khusus untuk kalangan mahasiswa terbukti membantu mereka memahami dasar-dasar pengelolaan uang, perencanaan keuangan, serta risiko dari produk keuangan digital (Putri et al., 2025).
Di sisi lain, peningkatan regulasi terhadap pinjol ilegal dan penertiban promosi judi daring menjadi langkah penting yang harus diperkuat oleh pemerintah.
Kondisi ini menunjukkan bahwa masalah finansial yang dialami milenial dan Gen Z tidak hanya disebabkan oleh rendahnya pendapatan, tetapi juga oleh lemahnya kontrol diri serta minimnya informasi mengenai risiko ekonomi digital.
Dengan demikian, pendekatan sistemik melalui literasi finansial, pengawasan teknologi, dan penanaman nilai hidup sederhana menjadi kunci untuk mencegah generasi muda terjerumus lebih dalam dalam krisis keuangan yang diakibatkan oleh perilaku konsumtif digital.
Penulis:
M. Putra Awaludin Hidayat
Muhammad Khafid Rasyidin
Maga Zahabi Syabil
Mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Pamulang