JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) memastikan seluruh jemaah haji Indonesia akan ditata pergerakannya dengan sistematis dan terstruktur menjelang puncak haji 2025.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Hilman Latief mengatakan pihaknya menyiapkan tiga skema utama untuk perjalanan Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).
“Kita telah melakukan pengelompokan jemaah menuju Arafah, Muzdalifah, dan Mina berdasarkan syarikah dan markas yang sudah dimodifikasi dengan pembentukan kafilah ad-hoc,” jelas Hilman Latief dikutip dari siaran YouTube Kemenag RI, Selasa (3/6/2025).
Selain itu, untuk memastikan kelancaran dan pengawasan pergerakan, Kemenag juga membentuk war room atau ruang operasi bersama yang melibatkan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), penyedia layanan (syarikah), serta berbagai pihak terkait.
Semua proses ini diawasi langsung oleh Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. Hilman mengungkapkan tiga skema mobilisasi utama yang disiapkan untuk fase ini di antaranya:
1. Skema Reguler (Taraddudi)
Skema ini akan diikuti sekitar 67 persen jemaah atau setara 136.000 orang. Jemaah akan mengikuti rute normal dari Makkah ke Arafah, kemudian ke Muzdalifah untuk mabit (bermalam), lalu menuju Mina.
2. Skema Murur
Diperuntukkan bagi lebih dari 60.000 jemaah, skema ini memungkinkan mereka langsung bergerak dari Arafah ke Mina tanpa turun di Muzdalifah. Hilman menyebut skema ini sebagai bentuk kemudahan bagi jemaah tertentu.
3. Skema Tanazul
Lebih dari 30.000 jemaah akan menggunakan skema ini. Mereka melontar jumrah pada 10 Zulhijah lalu kembali ke hotel masing-masing tanpa mabit di Mina. Jemaah ini sebagian besar tinggal di wilayah Shishah dan Raudhah.
Bagi jemaah lansia, penyandang disabilitas, penderita penyakit penyerta (komorbid), serta yang masih dirawat di rumah sakit, Kemenag menyiapkan safari wukuf khusus.
Skema ini didukung oleh pengawasan medis dan pendamping ibadah, serta tempat tinggal di hotel transit untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan mereka.
“Semua pergerakan ini kami sesuaikan dengan kapasitas layanan syarikah dan realitas di lapangan,” tukasnya.