Sepotong kalimat pada judul di atas sepertinya berlaku bagi semua orang.
Quote di atas juga menunjukkan bahwa apabila kita bercita-cita dan berkeinginan hendaknya disertai kesungguhan untuk mengerjakannya dan hal ini nampak dari apa yang orang lakukan saat ini.
Namun kenyataan ada saja orang berlaku berbanding terbalik (nyaman berada di zona nyaman alias malas gerak “mager”). Lebih buruknya lagi tipe orang seperti ini manakala pada suatu kondisi tertentu, misal diminta pertanggungjawaban atas suatu amanah yang sedang dipikulnya serta merta berkelit dan diujung cerita ini dengan mudahnya orang akan berlaku tidak jujur dan adil pada diri sendiri dan orang lain.
Bahkan untuk menutupi kekurangannya dia akan berkata bahwa semua itu (hasil pekerjaan orang lain) adalah hasil jerih payahnya selama ini.
Padahal bagi orang-orang seperti ini Allah telah memperingatkan pada firman-Nya:,
“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS ash-Shaff: 2-3).
Di ayat lain, Allah memperingatkan:
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian (ibadah), sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. Al Baqarah: 44).
Konteks di atas, tidak hanya berlaku untuk soal ibadah pokok saja, dalam hal ibadah lain, seperti “ghaira maghdah” (muamalah) juga semestinya berlaku sama.
Menunaikan kewajiban merupakan representatif tanggung jawab amanah sesama manusia yang merupakan bagian dari ayat di atas juga.
Manusia sering lupa dan tidak jernih serta tidak adil dalam menilai gambaran perilaku orang lain dan gambaran dirinya. Seakan dirinya paling sempurna padahal memiliki banyak kekurangan, ibarat gajah di pelupuk mata tak nampak, namun kuman diseberang lautan nampak baginya.
Seorang anak belum cukup umur ditanya oleh ayahnya “nak kamu jika sudah besar ingin jadi apa? langsung saja serta merta sang anak menjawab… dokter..yah, jawabnya”. Inilah gambaran keinginan seseorang jika tanpa dipikirkan terlebih dahulu tak ubahnya seperti cerita anak kecil di atas.
Semestinya seiring beranjak dewasa terlebih apabila kematangan usia telah sampai, maka jawabannya semestinya sudah tersistematis dan terukur (tahu diri), dan manakala keinginannya ingin terwujud sudah barang tentu akan ada usaha yang mendahuluinya,.
Manusia diberikan kemampuan berpikir, ketidaktahuan akan sesuatu semestinya ia berusaha untuk menjadi tahu. Setelah mengetahui, lalu ia tuangkan dalam sebuah perencanaan, setiap rinci rencana semestinya juga sudah pula terorganisasi dengan baik.
Rencana yang sudah tersusun, dimaksud jangan jadi lembar kertas yang menghiasi meja kantor anda namun wajib diimplementasikan secara terus menerus.
Ditambah adanya semangat mengerjakan yang tak pernah kendor juga harua ditanamkan dalam diri seseorang agar implementasi rencananya tidak putus di tengah jalan.
Kata orang, hasil tidak pernah membohongi usaha dan proses, agar tetap berpijak pada rel yang benar maka proses ini pun secara berkala harus dilakukan evaluasi atas pelaksanaan proses.
Segera memperbaiki adalah tindakan untuk penyelamatan jika terdapat kekeliruan didalam pelaksanaannya.
Tidak ada kata terlambat untuk memulai. Hal ini sesuai dengan firman Allah, artinya “bahwa Aku sesuai Persangkaan Hamba-Ku”. Ibarat seperti lagu aku (manusia) dekat…Engkau dekat, aku (manusia) jauh..Engkau jauh.
Berbuatlah yang terbaik dan jangan menundanya itu barangkali kesimpulan tulisan di atas.
Semoga cukilan tulisan ini memberikan inspirasi dalam memulai aktifitas kita hari ini, Aamiin YRA.
Oleh: Deni Nuryadin
Komisioner BAZNAS Tangsel