TANGSELXPRESS – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyadari adanya gelombang protes dari mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) karena mahalnya uang kuliah tunggal (UKT).
“Penyesuaian (UKT) tersebut terjadi karena ada PTN yang menambah kelompok UKT untuk menggaet mahasiswa dari kalangan mampu,” ucap Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie di Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Tjitjik menjelaskan, para mahasiswa yang mendapatkan UKT mahal diminta untuk melakukan pelaporan ke kampus masing-masing. Kalau UKT dirasa melebihi kemampuan orang tua, maka sesuai aturan, mahasiswa boleh mengajukan peninjauan. Hal ini sudah lumrah terjadi di seluruh perguruan tinggi untuk ditinjau sesuai dengan kemampuan.
“Apabila ada mahasiswa yang merasa dikenakan UKT melebihi kemampuan orang tuanya, silakan melapor. Sesuai Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 itu sudah jelas dibuka ruang untuk melakukan permohonan atau pengajuan peninjauan kembali UKT, itu di Pasal 17, sehingga UKT yang ditetapkan bukan harga mati,” jelasnya.
Lebih lanjut, Tjitjik juga menegaskan bahwa perguruan tinggi harus dapat diakses oleh masyarakat, baik dari yang kurang mampu maupun yang mampu. Sebab, ini sudah menjadi amanah dari undang-undang.
Oleh karena itu, dalam penetapan UKT, pemerintah mengatur wajib ada UKT golongan 1 dan UKT golongan 2 minimal sebanyak 20 persen di setiap PTN untuk menjamin agar masyarakat yang tak mampu dapat mengakses pendidikan tinggi yang berkualitas.
“Itu untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat supaya gotong royong membiayai pendidikan tinggi. Perguruan tinggi diberikan otonomi, kewenangan untuk menetapkan kelompok UKT 3 dan seterusnya. Namun, tetap ada batasannya, yakni UKT tertinggi itu tidak boleh melebihi BKT (biaya kuliah tunggal),” tambahnya.
Sumber: beritasatu.com