Oleh: Muhamad Raga Nur Akbar
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia
APA tujuan utama dari Artificial Intelligence (AI)? Ini merupakan sebuah pertanyaan yang dapat dijawab dengan berbagai perspektif, karena dengan melihat perkembangan AI saat ini sudah menembus setiap segala aspek kehidupan manusia. Jadi, sangat penting bagi kita dalam memahami apa yang ingin dicapai dengan teknologi AI ini. Namun terdapat banyak perdebatan yang muncul mengenai tujuan yang nantinya akan dicapai oleh AI, meskipun tujuan utama secara umum adalah mesin cerdas yang dapat berpikir, bernalar, dan belajar seperti halnya manusia.
Dunia digital saat ini dikagetkan dengan mundurnya Geoffrey Hinton dari Google. Hinton mengingatkan dunia tentang bahaya AI. Menurut artikel di harian kompas yang ditulis Prof. Dr. Ahmad M Ramli (2023), “AI “Berkembang Menakutkan”, Apa yang Harus Dilakukan Negara?”, menjelaskan bahwa bahaya AI chatbots “cukup menakutkan”. Hinton memprediksi bahwa AI kemungkinan dapat lebih pintar dari manusia.1
Kekhawatiran seputar Artificial Intelligence (AI)
Profesor Stuart Russel di dalam kuliahnya “How not to destroy the world with AI”, mengungkapkan bahwa teknologi AI memiliki kekuatan dalam mengubah dunia. Menariknya mengubah dunia dapat diartikan seperti dua sisi pada koin, satu sisi dapat meningkatkan kualitas, namun sisi lainnya dapat juga menghancurkan peradapan manusia di dunia.2
Manusia saat ini sudah menjadi saksi akan kemajuan luar biasa dari evolusi AI yang masuk di berbagai aspek kehidupan manusia, seperti mobil self-driving dan juga asisten virtual, tidak lupa dengan adanya ChatGPT yang tentunya tak bisa terpisahkan di dalam kehidupan keseharian manusia. Namun, seiring dengan banyaknya “keajaiban” yang ditawarkan oleh AI, muncul kekhawatiran yang mungkin berpotensi risiko dan juga implikasi yang dihadapi manusia. Jadi, dapat dikatakan dengan memasuki era AI, penting bagi kita untuk memperioritaskan perlindungan akan eksistensi umat manusia.
Dalam artikel yang berjudul “The Ethics And Risks of Pursuing Artificial Intelligence” yang ditulis oleh Kerem Gulen (2023), menyoroti pentingnya langkah yang dapat diambil untuk memastikan pengembangan dan penerapan sistem AI yang bertanggung jawab.3 Meskipun dalam artikel tersebut menyebutkan hanya ethical implications, namun saya mencoba menjabarkan lebih jauh mengenai langkah-langkah yang dapat dikembangkan.
Perhatian utama seputar AI adalah dilema etis yang ditimbulkan. Jika AI telah mampu mengambil sebuah keputusan, maka akan timbul pertanyaan mengenai kerangka moral yang memandu tindakannya. Disini perlu memastikan bahwa AI harus mampu selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga mampu membantu dalam mengurangi kebiasan di dalam praktik yang nantinya akan muncul di dalam sebuah sistem AI.
Kemajuan yang sangat pesat mengenai teknologi AI ini tentu akan menimbulkan perubahan pekerjaan yang tadinya dikerjakan manusia menjadi mesin, dan juga adanya ketimpangan ekonomi. Dikarenakan sistem dari AI mengotomatiskan segala tugas kerjaan yang ada, seperti contoh nyata dengan adanya Robot Lawyer, yang dibahas di dalam artikel Prof. Dr. Ahmad M Ramli (2023) dalam tulisannya yang berjudul Kontroversi penggunaan Robot Pengacara di Pengadilan.4
Tentunya akan ada kekhawatiran jika banyak pekerjaan yang akan menjadi tidak terpakai untuk dilakukan oleh manusia, munculnya pengangguran dan juga menjadi sebuah tantangan sosial ekonomi. Seperti halnya Profesor Russel mengingatkan untuk negara-negara mulai mengatur AI sehingga dapat dikembangkan untuk kepentingan manusia.
Tidak hanya mengatur tentu negara-negara sudah harus mempersiapkan tenaga kerja dalam menghadapi era AI dengan membuat program pelatihan dan peningkatan keterampilan, sehingga nantinya dapat mengurangi dampak negatif yang muncul dari job displacement. Selain itu, pemerintah mulai mengeksplorasi langkah-langkah yang diambil khususnya dalam bidang ekonomi dalam mengatasi potensi ketimpangan ekonomi yang mucul dari AI.
Seperti yang kita semua ketahui bahwa AI sangat tergantung pada data sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai privasi dan keamanan data. Meskipun di Indonesia sendiri sudah memiliki Undang-Undang yang mempayungi Pelindungan Data Pribadi dalam UU No. 27
Tahun 2022. Kekhawatiran mengenai potensi dari penyalahgunaan data pribadi oleh sistem AI perlu lebih kuat. Hal ini untuk mencapai keseimbangan antara memanfaatkan data AI dan juga melindungi hak privasi individu yang seharusnya menjadi prioritas utama. Diharapkan dengan adanya undang-undang pelindungan data pribadi yang ketat dapat mendorong transparasi dalam pengumpulan dan penggunaan data.
Kompleksitas sistem AI dan kemampuannya untuk belajar dan berkembang secara mandiri dapat menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan dan risiko yang tidak terduga. Sulit untuk memprediksi semua kemungkinan hasil dan potensi risiko yang terkait dengan sistem AI yang sangat luas. Mengadopsi pendekatan proaktif untuk penilaian risiko dan menerapkan proses pengujian dan validasi yang komprehensif dapat membantu mengidentifikasi dan mengurangi potensi risiko sebelum terwujud. Terlibat dalam penelitian interdisipliner dan mempromosikan kolaborasi antara pengembang AI, pembuat kebijakan, dan ahli etika sangat penting untuk mengatasi tantangan ini secara efektif.
Seiring berkembangnya zaman AI, sangat penting untuk memprioritaskan perlindungan umat manusia. Mengatasi masalah seputar AI membutuhkan upaya kolektif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk peneliti, pembuat kebijakan, dan pemimpin industri. Mengembangkan sistem AI yang selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan, memastikan keamanan kerja dan kesetaraan ekonomi, melindungi privasi dan keamanan data, serta memitigasi risiko tak terduga merupakan langkah penting menuju pengembangan AI yang bertanggung jawab. Diharapkan dengan merangkul langkah-langkah tersebut, kita dapat memanfaatkan potensi AI sekaligus menjaga kesejahteraan dan kepentingan umat manusia di era AI saat ini.
Kerangka Hukum untuk Mengelola AI di Indonesia: Memastikan Penerapan yang Etis dan Bertanggung Jawab
Menurut pendapat saya jika untuk mengatasi permasalahan di era AI, sangat penting bagi Indonesia dalam membangun kerangka hukum yang komprehensif yang menyimbangkan manfaat AI dan juga melindungi hak individu, privasi, dan juga kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Landasan pengaturan AI di Indonesia harus berupa undang-undang pelindungan data dan privasi yang kuat. Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, sudah menjadi acuan korporasi dalam mengatasi era AI. Pasal-pasal yang dihadirakan sudah mampu
membantu menumbuhkan kepercayaan publik terhadap teknologi AI khususnya penanganan data pribadi yang dimiliki.
Indonesia harus mampu dalam menerapkan pedoman etika untuk pengembangan dan penerapan sistem AI. Pedoman ini harus mempromosikan keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Penting dalam mencegah bias dan diskriminasi dalam era AI dan juga perlu memastikan bahwa proses pengambilan keputusan dapat dijelaskan. Pemerintah perlu berkolaborasi dengan pemangku kepentingan industri, akademisi, dan organisasi masyarakat dalam menetapkan dan menegakkan standar etika ini.
Mengingat bahwa AI dapat menghasilkan karya asli seperti musik, seni, dan sastra, maka perlu untuk mengklarifikasi hak kekayaan intelektual terkait dengan kreasi yang dihasilkan oleh AI. Perundang-undangan harus membahas kepemilikan, hak cipta, dan royalti untuk karya yang dihasilkan AI untuk mencapai keseimbangan antara memberi insentif inovasi dan melindungi hak pencipta.
Dapat dikatakan bahwa pengintegrasian AI ke dalam kerangka hukum Indonesia membutuhkan pertimbangan yang cermat terhadap implikasi etika, hukum, dan sosial. Dengan menerapkan kerangka hukum yang berimbang, Indonesia dapat memanfaatkan manfaat AI yang diimbangi dengan memitigasi potensi risiko dan kontroversi, memposisikan diri sebagai pemimpin dalam tata kelola AI yang bertanggung jawab.