TANGSELXPRESS- Banten adalah pemegang rekor tertinggi angka pengangguran di Indonesia. Berdasarkan data BPS Banten, tingkat pengangguran sebesar 7,52 persen, sementara Jabar 7,44 persen.
Dari data survei Agustus 2023, Banten memiliki 5,97 juta angkatan kerja. Dari angka itu, 5,52 juta jiwa dalam kategori bekerja, sisanya adalah pengangguran berjumlah kurang lebih di angka 450 ribu jiwa.
Data tersebut menimbulkan reaksi dari Dr. Phil., Ir. Rino Wicaksono, ST, MArchUD, MURP, pakar pembangunan wilayah dan tata kota yang juga seorang akademisi.
Menurut Rino, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya pengangguran dalam jumlah tinggi, permasalahan yang terjadi di SMK antara lain:
1. Kurikulum dan modeling SMK tidak atau kurang sesuai dengan kondisi dunia industri.
2. Fasilitas SMK seperti laboratorium, workshops, peralatan, wahana simulasi, dan peralatan kerja yang kurang memadai sehingga pada saat lulus ilmu dan keterampilan mereka tertinggal dari kondisi riel di lapangan.
3. Motivasi dan kesadaran sebagian siswa SMK yang kurang. Sebagian siswa ke sekolah bukan untuk sungguh-sungguh belajar menjadi yang terbaik tetapi sekadar memenuhi kewajiban agar bisa segera lulus.
4. Kapasitas para pengajar yang kurang update dengan dunia industri.
5. Kualitas sebagian lulusan SMK yang masih perlu ditingkatkan dalam hal sopan santun (manners) dan tingkah laku (attitude).
Dari persoalan yang ada, Caleg DPR RI Partai NasDem dari Dapil Banten III (Kota Tangsel, Kota Tangerang dan Tangerang Kabupaten) dengan nomor urut 4 itu tetap optimis ada langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas pengangguran dari kelompok lulusan SMK.
“Jika kita sudah memetakan persoalan-persoalan yang ada, maka sesungguhnya solusinya akan kita temukan,” ujar dosen ITI yang sudah sering memberikan pelatihan keliling Indonesia bahkan sampai ke luar negeri itu.
Rino menyebut dalam dunia pendidikan, harus ada link and match antara SMK dengan dunia industri.
“Industri sebagai mitra strategis dapat membantu memberikan arahan untuk ikut mewarnai kurikulum, memberikan bantuan teknis, bantuan peralatan juga upgrading para guru,” ujar pria yang pernah menjadi Co-Team Leader untuk pelatihan capacity building 16 pemda di Indonesia yang dibiayai oleh SAGRIC Australia dan UniSA itu.
Selain itu, lanjut Rino, perlu dilakukan peningkatan academic environment yang artinya suasana pada SMK tersebut menciptakan rasa senang dan mendorong untuk belajar, serta membangun motivasi serta kedisplinan para siswa.
“Para lulusan juga harus memegang teguh budaya jujur serta budaya tanggungjawab, dan poin terakhir adalah para guru SMK harus mendapatkan kesempatan untuk mengikuti berbagai program peningkatan ilmu pengetahuan dan keterampilan,” papar pria yang pernah bekerja untuk University of South Australia di Adelaide itu.
Rino menilai saat ini penyerapan tenaga kerja lokal Banten di dunia industri masih rendah. Banyak industri di Banten yang memilih menggunakan tenaga kerja di luar banten.
“Hal tersebut bisa terjadi karena beberapa kemungkinan. Pertama, profil lowongan pekerjaan industri yang ada di Banten tidak sesuai dengan SDM lulusan SMK di Banten. Kedua, kapasitas dan kapabilitas SDM lulusan SMK Banten kalah bersaing dengan SDM dari luar Banten,” jelas Rino.
Ada solusi yang dapat dilakukan. Apa itu? Rino memaparkan dunia industri di Banten semestinya dapat memberikan kuota lapangan pekerjaan sekitar 10% untuk lulusan SMK Banten.
“Walaupun tidak memenuhi qualifikasi lulusan SMK Banten tetap harus diterima sesuai kuota dan dibina, apabila dalam waktu 1 tahun pekerja tersebut tidak dapat memenuhi qualifikasi standar baru bisa diberhentikan atau diputus hubungan kerjanya, tetapi kalau bagus harus dipertahankan,” ujar Rino.
Selain itu, tegas Rino, peran pemerintah diperlukan dalam mengatasi pengangguran. Agar lulusan SMK Banten mumpuni, lanjut Rino, maka pemda, dunia industri dan SMK bekerjasama mendesain semacam bridging course program untuk lulusan SMK Banten agar memiliki competitive advantages dan comparative advantages.







