TANGSELXPRESS- Kunci utama untuk mendapatkan beasiswa luar negeri adalah mencari informasi. Cari informasi sebanyak-banyaknya mengenai berbagai beasiswa yang sesuai dengan minat dan preferensi Anda.
Salah satu informasi tersebut mengatakan bahwa menguasai bahasa Inggris menjadi syarat wajib untuk berkuliah di luar negeri. Anda harus memiliki sertifikat yang menunjukkan kemampuan Anda. Untuk mempelajarinya, lakukan secara otodidak atau melalui kursus bahasa.
Penerima beasiswa luar negeri Science Technology And Industrial Development (STAID) dan Australian Agency for International Development (AusAID), Dr. Phil., Ir. Rino Wicaksono, ST, MArchUD, MURP, seorang akademisi yang juga pakar pembangunan wilayah berbagi tips dan pengalamannya untuk memenuhi informasi yang Anda butuhkan.
Dosen di Institut Teknologi Indonesia (ITI) Kota Tangerang Selatan itu nemiliki dua gelar magister, yaitu Master of Architecture in Urban Design (MAUD) dan Master of Urban and Regional Planning (MURP), keduanya dari University of Colorado at Denver (UCD), Amerika Serikat. Untuk pendidikan S3, Rino meraih gelar Doctor of Philosophy (Dr. Phil./ PhD) in Urban and Regional Planning dari University of South Australia (UniSA), di Adelaide City, Australia.
“Hal yang harus Anda siapkan untuk bisa lolos seleksi beasiswa luar negeri salah satunya adalah Bahasa Inggris, baik itu TOEFL maupun IELTS. Perlu diketahui ini dua bentuk tes yang agak berbeda. Kalau ke Amerika Serikat biasanya dituntut untuk TOEFL score, tapi kalau untuk Inggris, New Zealand, Canada, Australia dan negara-negara common wealth country biasanya IELTS,” papar pria yang mencalonkan diri maju ke kursi DPR RI dari Partai Nasdem dengan dapil Banten III Tangerang Raya (Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang).
Menurut Rino, ada perbedaan antara TOEFL dan IELTS. Antara lain dari bentuk tesnya yang tidak sama.
“Salah satu perbedaannya adalah di dalam TOEFL test itu Anda harus membaca kemudian menjawab pertanyaan setelah membaca. Untuk di IELTS system, Anda harus menjawab pertanyaan yang disampaikan secara lisan melalui speakers. Jadi Anda mendengar sekaligus membaca pilihan jawabannya lalu Anda menjawab,” jelas Rino.
Untuk skor penilaian, Rino memberi tips jitu yaitu menargetkan poin nilai di atas persyaratan.
“Untuk IELTS ini sebaiknya skor Anda itu satu atau satu setengah poin di atas yagn disyaratkan. Biasanya disyaratkan enam setengah, Anda ambil tujuh setengah. Nah, kalau TOEFL yang dengan skor ratusan kalau disyaratkan misal 550 sebaiknya skor Anda minimal 575. Silakan mempersiapkan diri dari sekarang, semoga berhasil,” ungkap pria yang tergabung dalam Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI) itu.
Selain Bahasa Inggris, berdasarkan pengalaman yang dijalani Rino, IPK menjadi salah satu tahapan untuk meraih beasiswa luar negeri.
Rino yang juga menjadi anggota Dewan Pertimbangan Adipura, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu mengatakan tahapan untuk mendapatkan beasiswa dibagi menjadi dua pada umumnya, yaitu tahapan administrasi dan tahapan wawancara.
“Pada tahapan administrasi maka semua dokumen akan dicek. Jadi andaikata IPK Anda itu S1 nya di bawah 3,3 tetapi letter of purpose Anda kuat dan kemudian portofolio Anda bagus maka ini bisa dipertimbangkan oleh para asesor,” ujarnya.
Sementara itu, di tahap administrasi biasanya akan direkrut kandidat sebanyak dua kali dari kuota yang dibutuhkan. Misalnya kuota beasiswanya ada 100 yang mendaftar ada 1.000 maka yang lolos seleksi administrasi adalah sekitar 200 orang.
Setelah tahapan administrasi dilanjutkan tahapan wawancara. Nah, apabila IPK kurang dari standar yang diharapkan dari institusi pemberi beasiswa, maka si calon penerima beasiswa harus bisa menyiapkan jawaban-jawaban yang logis kenapa IPK-nya tidak bisa memenuhi passing grade.
“Jadi bagi mereka yang IPK-nya di bawah passing grade yang distandarkan oleh pemberi beasiswa, jangan putus asa, coba dulu. Semoga berhasil,” tutup Rino.