TANGSELXPRESS – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI berupaya membebaskan puluhan warga negara Indonesia (WNI) dari hukuman mati di Malaysia, menyusul penghapusan hukuman mati wajib di negara tersebut.
Berdasarkan kunjungan langsung yang dilakukan enam perwakilan RI di Malaysia, Kemenlu mencatat 77 WNI yang telah dijatuhi hukuman mati atau hukuman seumur hidup, bisa mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Persekutuan Malaysia agar hukumannya diringankan.
“Kami akan tunjuk pengacara untuk melakukan pendampingan hukum agar bisa memanfaatkan revisi hukuman (mati) mereka yang sudah inkrah, agar diturunkan menjadi hukuman penjara dengan rentang 30-40 tahun,” ujar Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemenlu Judha Nugraha dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (29/9/2023).
Dari jumlah tersebut, 61 kasus tercatat di seluruh Semenanjung, delapan kasus di wilayah kerja Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kota Kinabalu, enam kasus di wilayah kerja KJRI Kuching, serta dua kasus di wilayah kerja Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau.
Pada 16 Juni 2023, Pemerintah Malaysia mengesahkan dua undang-undang (UU) penghapusan hukuman mati wajib melalui Act 846 Abolition of Mandatory Death Penalty Act 2023 dan Act 847 Revision of Sentence of Death and Imprisonment for Natural Life (Temporary Jurisdiction of the Federal Court) Act 2023.
Melalui UU tersebut, otoritas Malaysia menghapus sifat “wajib” atau mandatory pada hukuman mati dengan menambahkan alternatif hukuman penjara paling singkat 30 tahun penjara dan paling lama 40 tahun penjara.
“Yang perlu disoroti bahwa ini bukan berarti menghapuskan hukuman mati di Malaysia, tetapi menghapuskan mandatory death penalty,” imbuh Judha.
Judha menjelaskan, saat ini terdapat 11 kategori tindak kejahatan yang pelakunya dapat diancam dengan hukuman mati di Malaysia. Namun, dengan adanya penghapusan sifat wajib tersebut, hakim memiliki diskresi untuk menjatuhkan hukuman selain hukuman mati, yaitu hukuman penjara 30-40 tahun.
Mengingat UU penghapusan hukuman mati wajib bersifat restoratif dan untuk menjamin keadilan, otoritas Malaysia mengesahkan pula UU revisi hukuman mati yang memfasilitasi kasus-kasus yang sudah inkrah agar bisa dikaji kembali.
“Jadi memberi kewenangan kepada Mahkamah Persekutuan di Malaysia untuk meninjau kembali kasus-kasus tersebut,” tambahnya.