INDONESIA telah menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai bahwa sampah plastik sudah sangat meresahkan.
KLKH telah menganalisis bahwa sumbangan berupa sampah plastik yang diberikan oleh pengusaha ritel setiap tahunnya telah mencapai hingga 64 juta ton/tahun.
Setiap tahun populasi manusia semakin meningkat dan bertambah. Sehingga dalam hal ini memberikan gambaran bahwa kebutuhan manusia juga bertambah. Khususnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti kebutuhan makanan yang kerap kali membutuhkan plastik sebagai pembungkusnya.
Penggunaan plastik sebagai pembungkus makanan dikarenakan plastik memiliki kelebihan dalam bentuknya yang fleksibel sehingga mudah untuk mengikuti bentuk pangan yang akan dikemas, bahan yang ringan dan ideal untuk berbagai macam peralatan rumah tangga dan kemudahan-kemudahan lainnya yang dimana hal tersebut menjadi penyebab pengusaha lebih memilih plastik sebagai salah satu kebutuhan hidupnya.
Penggunaan produk plastik secara berlebihan adalah salah satu penyebab terjadinya pencemaran lingkungan. Butuh waktu bertahun-tahun untuk menguraikan sampah plastik, bahkan ada yang tidak dapat didaur ulang seperti Styrofoam.
Kehadiran sampah plastik tidak hanya memberikan manfaat tetapi juga memberikan berbagai ancaman bagi manusia maupun lingkungan baik hewan maupun tumbuhan sekitar.
Jika sampah plastik dibakar maka gas yang dihasilkan dari pembakaran sampah plastik tersebut akan membahayakan pernafasan manusia, apabila sampah plastik dibuang sembarangan ke aliran air dan kemudian bermuara ke laut, maka sampah plastik dapat menimbulkan ekosistem yang ada di laut mati serta menimbulkan kepunahan bagi hewan-hewan laut. Dan jika sampah plastik ditimbun ke dalam tanah maka akan mencemari tanah dan air yang ada di dalam tanah.
Pencemaran lingkungan merupakan masalah bersama yang semakin penting untuk diselesaikan. Siapapun bisa berperan serta dalam menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini.
Pencemaran lingkungan dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitas lingkungan hidup turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Atau dengan kata lain lingkungan yang mulanya bersih menjadi terkontaminasi.
Banyak cara untuk menangani berbagai macam bentuk pencemaran lingkungan yaitu yang paling utama dengan konsep 3R (Reuse, Reduce, Recycle). Reuse adalah menggunakan kembali barang-barang yang terbuat dari plastik.
Reduce adalah mengurangi pembelian atau penggunaan barang-barang dari plastik, terutama barang-barang yang sekali pakai. Recycle adalah mendaur ulang barang-barang yang terbuat dari plastik. Namun hal tersebut juga memerlukan dukungan dari berbagai pihak agar dapat dijalankan dengan baik sehingga pencemaran yang sudah terjadi sebaiknya segera diperbaiki sebelum pencemarannya semakin buruk.
Agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga maka perlu adanya penanggulangan pencemaran lingkungan. Peraturan Daerah (PERDA) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat berupa PERDA Tentang Pengelolaan Sampah, hal ini merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 merupakan upaya nyata dari niat pemerintah untuk mengelola sampah dengan baik.
Seiring dengan banyaknya sampah plastik yang sudah menumpuk setiap harinya membuat masyarakat dituntut untuk kreatif agar permasalahan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah plastik tidak berlangsung secara terus menerus.
Beberapa daerah sudah melakukan upaya untuk melakukan daur ulang sampah plastik menjadi sesuatu yang berguna dan memiliki nilai ekonomi seperti dijadikan kerajinan tas belanja, wadah media tanam, apron, dan sebagainya.
Pengelolaan sampah harus didukung dari aksi nyata semua pihak, seperti didirikannya bank sampah pada tingkat kelurahan yang dikelola secara mandiri oleh kelurahan setempat dengan memberdayakan kreativitas masyarakatnya.
Proses ini selain dapat membuat lingkungan bersih, dapat pula memberikan penghasilan tambahan pada masyarakat daerah tersebut. Adanya peningkatan produktivitas dan kualitas dari masyarakat tersebut, selanjutnya dapat dibuat tim penyuluh lapangan tentang sampah.
Sasaran dari penyuluhan tersebut diantaranya mengedukasi anak-anak, kepemudaan, lansia dan komponen lainnya agar ikut bersama, bersinergi, dan berkolaborasi dalam pemanfaatan serta pengelolaan sampah disamping untuk kesehatan dan kebersihan lingkungan.
Selain itu, tindakan edukasi ini juga perlu ada aksi nyata yaitu melakukan tindakan-tindakan dalam mengkondisikan situasi dengan ikut andil bersama pada pengelolaan sampah dari berbagai lapisan masyarakat dari lingkup terkecil sampai pada wilayah secara berkelanjutan.
Dalam hal ini juga diperlukan adanya kerjasama atau kemitraan yang bersifat saling menguntungkan, baik pemerintah, akademisi, praktisi, dan swasta. Kerjasama ini terkait dengan bantuan pengalaman, pengetahuan, dan pendanaan untuk meningkatkan ketersediaan sumber daya dan infrastruktur terkait.
Dengan melakukan tindakan nyata ini, maka secara otomatis akan dapat mempercepat pula proses-proses selanjutnya dalam tindakan daur ulang. Lingkaran proses ini akan terus terlaksana sehingga dapat menekan dan mengendalikan sampah menjadi objek yang berdaya guna dan memiliki nilai ekonomi.
Penulis:
Kartika Tria Ardela
Mahasiswi Universitas Pamulang
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas kuliah.