SUATU krisis memiliki potensi untuk memiliki dampak signifikan pada reputasi perusahaan dan pejabatnya, dan pada kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuannya, dan kemampuannya untuk bertahan. Akibatnya, eksekutif telah belajar bahwa krisis harus dihindari, dan jika penghindaran tidak mungkin, krisis itu harus dikelola untuk meminimalkan kerugian.
Penanganan manajemen krisis melibatkan upaya untuk menghadapi, merespons, dan meminimalkan dampak krisis yang timbul. Sifat egois, di sisi lain, merujuk pada sikap atau perilaku yang didorong oleh kepentingan diri sendiri di atas kepentingan orang lain atau kelompok. Ketika seseorang atau kelompok memiliki sifat egois, penanganan manajemen krisis dapat terpengaruh dengan beberapa cara:
Prioritas yang salah: Orang yang egois cenderung lebih memperhatikan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan umum. Dalam konteks penanganan krisis, hal ini bisa berarti mereka cenderung memprioritaskan kebutuhan pribadi atau kelompoknya daripada kebutuhan masyarakat yang terkena dampak krisis. Misalnya, mereka mungkin mengalokasikan sumber daya yang terbatas hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok mereka sendiri, tanpa memperhatikan kebutuhan yang lebih mendesak di lingkungan yang terkena dampak.
Kurangnya kerjasama: Penanganan krisis sering membutuhkan kerjasama dan koordinasi yang efektif antara berbagai pemangku kepentingan. Namun, sikap egois dapat menghambat kerjasama tersebut. Individu atau kelompok yang terlalu fokus pada kepentingan pribadi mungkin enggan untuk bekerja sama dengan pihak lain atau bahkan menghalangi upaya kolaboratif. Hal ini dapat menyebabkan penanganan krisis menjadi lebih sulit dan kurang efektif.
Ketidakpedulian terhadap konsekuensi jangka panjang: Saat menghadapi krisis, sering kali diperlukan pengambilan keputusan yang sulit dan kompleks. Sikap egois dapat mendorong individu atau kelompok untuk memilih tindakan yang menguntungkan mereka secara pribadi pada saat itu, tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang bagi masyarakat atau lingkungan. Keputusan semacam ini dapat menyebabkan kerugian lebih lanjut atau bahkan memperburuk krisis dalam jangka panjang.
Kurangnya empati dan solidaritas: Dalam situasi krisis, empati dan solidaritas antara individu dan kelompok sangat penting. Namun, sifat egois dapat menghasilkan kurangnya empati terhadap penderitaan orang lain dan kurangnya dukungan terhadap upaya penanganan krisis secara kolektif. Hal ini dapat menghambat proses pemulihan dan menyebabkan perpecahan sosial yang lebih besar.
Penting untuk dicatat bahwa sifat egois bukanlah sifat yang mutlak dimiliki oleh semua individu atau kelompok dalam situasi krisis. Ada banyak contoh di mana orang dan kelompok menunjukkan sikap empati, altruisme, dan kerjasama yang luar biasa dalam menghadapi krisis. Namun, penting untuk menyadari bahwa sifat egois dapat menghambat penanganan krisis dan memperumit upaya pemulihan yang efektif.
Penulis:
Dwi Alditia Aryanda
Mahasiswa Akuntansi Universitas Pamulang
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas kuliah.