TANGSELXPRESS – DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) RUU Omnibus Law Kesehatan yang tertuang di Pasal 154 menjelaskan, pemerintah mengelompokkan tembakau sebagai kategori narkoba. Adapun tembakau tersebut dikelompokkan yang sama dengan berbagai zat adiktif lainnya, yaitu narkotika, psikotropika, minuman beralkohol, hasil tembakau, dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya.
Menyoroti hal tersebut, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengaku jika dirinya merasa keberatan dengan dengan DIM RUU Omnibus Law Kesehatan itu.
“Komisi IX DPR masih membahas kelanjutan sebuah rancangan RUU yang menjadi Omnibus Law tentang Kesehatan,” ungkap Firman seperti dikutip dari laman DPR RI, Selasa (9/5/2023).
“Tetapi yang mengejutkan adalah adanya DIM dari pemerintah yang narasinya itu menurut pandangan kami tidak sesuai dengan pengusul, yakni tentang pasal yang menyangkut tembakau yang disetarakan dengan narkotika atau narkoba,” sambungnya.
Menurutnya, produk tembakau adalah komoditas dan produk legal yang telah memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional. Firman menambahkan, belum ada hasil kajian yang bisa dipertanggungjawabkan, sehingga tembakau tidak bisa digeneralisir masuk kategori narkoba. “Sehingga tidak bisa dikelompokan ke dalam kategori narkoba atau psikotropika yang memang jelas telah dilarang di Indonesia,” jelasnya.
Dari sisi sosial kemasyarakatan, Firman mencatat banyak perusahaan rokok menggunakan tenaga manusia dan mayoritas adalah perempuan. Bahkan, jumlahnya mencapai lima juta lebih karyawan di sektor tembakau.
“Tembakau juga mempunyai nilai-nilai yang positif karena memberikan kesejahteraan bagi petani. Dengan menanam tembakau, petani lebih sejahtera daripada menanam varietas yang lain. Jumlahnya tidak kecil dan mereka sudah kerja di sektor tembakau hampir 30 tahun,” ungkapnya.
Tembakau juga telah memberikan kontribusi besar bagi penerimaan negara dengan pajak cukainya. Jika tembakau dikategorikan sebagai narkoba dan dibumihanguskan, dia menilai hak hidup para petani dan karyawan akan hilang oleh satu pasal ini. “Kita harus jujur bahwa penerimaan negara mencapai Rp178 triliun rupiah. Tembakau juga mensubsidi BPJS Kesehatan. Kondisi inilah yang harus dipikirkan oleh negara,” tambah Politisi Fraksi Partai Golkar itu.