TANGSELXPRESS – Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajukan memori banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan perdata Partai Prima terhadap KPU yang menunda Pemilu 2024.
Penyampaian memori banding dilakukan oleh Kepala Biro Advokasi Hukum dan Penyelesaian Sengketa KPU, Andi Krisna pada Jumat, 10 Maret 2023.
Andi menjelaskan poin pokok memori banding KPU, antara lain potensi absolut PN Jakpus, desain penegakkan hukum pemilu, dan kekeliruan amar putusan majelis hakim PN Jakpus terkait tahapan pemilu. Ia menyatakan bahwa KPU menganggap amar putusan tersebut sebagai sebuah kekeliruan.
“Amar putusannya, KPU menganggap ini sebuah kekeliruan. Kurang lebih seperti itu,” terang Andi Krisna.
Seperti diketahui, pada 2 Maret 2023, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan KPU melakukan penundaan Pemilu 2024 dalam gugatan perdata yang diajukan Partai Prima sebab tak lolos verifikasi parpol. Putusan tersebut terangkum dalam putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim T Oyong.
Majelis Hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum atau PMH. Adapun PMH yang dimaksud yaitu menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi.
Dengan diajukannya memori banding oleh KPU, proses hukum terkait penundaan Pemilu 2024 masih akan terus berlanjut. Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya terkait kasus ini.
KPU sendiri berpendapat bahwa penundaan Pemilu 2024 yang diwajibkan oleh putusan pengadilan tersebut justru akan membawa dampak yang merugikan masyarakat dan demokrasi. Menurut KPU, penundaan Pemilu akan menimbulkan ketidakpastian dan kebingungan di kalangan masyarakat serta memperlemah demokrasi di Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui, Pemilihan Umum merupakan momen penting bagi masyarakat Indonesia untuk memilih pemimpin-pemimpin yang akan membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi rakyat. Oleh karena itu, KPU berharap agar proses Pemilu dapat dilaksanakan dengan lancar tanpa adanya hambatan atau gangguan.
Di sisi lain, Partai Prima yang mengajukan gugatan perdata terhadap KPU menyatakan bahwa pihaknya merasa senang dengan putusan pengadilan yang mengabulkan gugatan mereka. Partai Prima menganggap bahwa putusan tersebut merupakan kemenangan bagi mereka dan bagi demokrasi di Indonesia.
Partai Prima juga menyatakan bahwa mereka tetap akan berjuang untuk mendapatkan verifikasi administrasi sehingga bisa mengikuti Pemilu 2024. Mereka berharap agar KPU dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan memberikan kesempatan kepada seluruh partai politik untuk ikut serta dalam Pemilu.
Ketua Umum Partai Prima, Agus Jabo Priyono menjelaskan, pihaknya yang terdampak telah mengajukan sengketa proses ke Bawaslu dan memenangkan sengketa tersebut. Namun, pihaknya mengalami batasan hak untuk melakukan perubahan atau perbaikan pada Surat Nomor 1063/PL.01.1-SD/05/2022 oleh KPU, tanpa batasan persyaratan peserta pemilu yang harus diperbaiki.
“Kami sudah mengajukan keberatan terhadap permasalahan ini melalui surat kepada KPU dan meminta untuk membuka 5 (lima) kabupaten/kota yang terkunci oleh KPU dalam SIPOL, namun diabaikan oleh KPU,”terang Agus Jabo Priyono.
“Kami mencoba mencari keadilan melalui Bawaslu dan PTUN, namun tetap mengalami kesulitan dalam mempertahankan hak-hak kami. Sebagai partai politik, kami berhak memperoleh perlindungan hukum dari pengadilan terhadap perlakuan yang tidak adil atau diskriminatif untuk menjadi bagian dari pemerintahan secara langsung ataupun melalui pemilihan umum sesuai dengan Universal Declaration of Human Rights,”jelasnya.
Meski begitu, Jabo menegaskan, bahwa KPU juga melanggar hak-hak sipil dan politik yang berkaitan dengan International Covenant on Civil and Political Rights yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 12 Tahun 2005. Oleh karena itu, perintah terhadap KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024.
Hal itu, sejak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari adalah hukuman yang rasional agar tercipta kesamaan hak dan keadilan bagi mereka sejalan dengan Pasal ICCPR dan UU Nomor 12 Tahun 2005.
Kendati demikian, dengan adanya memori banding yang diajukan oleh KPU, tentu saja akan ada perdebatan dan perselisihan hukum yang akan terus berlangsung. Namun, yang terpenting adalah agar kita semua dapat menghargai proses hukum yang berlangsung dan mempercayakan keputusan akhir kepada pengadilan yang berwenang.