TANGSELXPRESS – Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dianggap masih belum bisa mewakili menurunnya kasus kekerasan seksual. Alasannya, sepanjang Januari-November 2022 telah terjadi 1.510 kasus kekerasan seksual.
Forum Pengada Layanan (FPL) merilis angka kekerasan seksual dari 10 Lembaga Anggota FPL di DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan Kalimantan. Dalam rilis tersebut, sebanyak 1.510 kasus kekerasan seksual terjadi mulai Januari hingga November 2022.
Dosen Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak Fakultas Hukum Universitas Pamulang (Unpam), Halimah Humayrah Tuanaya menjelaskan terkait tingginya kekerasan seksual. Menurut Halimah, tingginya angka kekerasan seksual itu tidak diketahui secara pasti.
“Tingginya angka kekerasan seksual tidak diketahui secara pasti apa yang menjadi faktor pendorong yang melatarbelakangi banyaknya kasus kekerasan seksual. Namun secara sederhana, tingginya angka kekerasan seksual dapat ditafsirkan memang telah banyak terjadi kasus kekerasan seksual di empat provinsi tersebut,” terang Halimah Humayrah, Jumat 2 Desember 2022.
“Penafsiran ini mengasumsikan semakin banyak orang yang menjadi pelaku tindak kekerasan seksual. Penafsiran ini secara spekulatif menghasilkan kesimpulan bahwa masyarakat semakin mudah melakukan kekerasan seksual,” terangnya.
Kendati demikian, menurut Halimah, bahwa UU TPKS yang sudah disahkan belum memberikan dampak berkurangnya kasus kekerasan seksual. UU TPKS, kata dia, telah memandatkan pemerintah untuk menyusun berbagai peraturan pelaksanaannya.
Hal tersebut seperti Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden, namun enam bulan sejak UU TPKS diundangkan pada 9 mei 2022, belum satupun peraturan turunan dari UU TPKS itu diterbitkan pemerintah.
“Terakhir, sebagai ikhtiar penghapusan kekerasan seksual, maka saya meminta agar pemerintah segera menyusun dan megundangkan peraturan turuanan UU TPKS tersebut,” pungkasnya.