Oleh: NURUL AINI APRILIANTI
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia berdasarkan data di tahun 2010, yaitu dengan total populasi muslim sebesar 209,1 juta .
Angka ini tentu merupakan potensi yang besar bagi negara kita untuk mengembangkan industri pariwisata halal di Indonesia.
Akan tetapi, dengan potensi itu, sumber wisatawan Muslim terbesar bukan berasal dari Indonesia. Indonesia masih berada pada peringkat kelima dengan besar pengeluaran pada tahun 2014 sebesar USD 9.1 miliar. ‘
Jumlah tersebut masih kalah jauh dengan Arab Saudi pada peringkat pertama dengan pengeluaran sebesar USD 19.2 miliar dan disusul dengan Uni Emirat Arab sebesar USD 15.1 miliar (Moshin et al., 2020).
Fakta ini tentu dapat dijadikan sebuah dorongan bagi bangsa Indonesia terutama kaum muslim untuk lebih mengembangkan pariwisata halal, mengingat kita memiliki potensi besar yang seharusnya dimanfaatkan dengan maksimal.
Pandemi yang melanda berdampak pada ke berbagai aspek. Salah satunya pada ekonomi pariwisata, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno dan Ir. Budi Faisal, Ph.D., saat menghadiri talkshow di Masjid Salman ITB.
“Sektor pariwisata merupakan sektor yang sangat potensial, sebelum pandemi, pada tahun 2018 Indonesia menempati peringkat sembilan sebagai negara dengan pertumbuhan sektor pariwisata tercepat di dunia, nomor tiga di Asia dan nomor satu di Asia Tenggara. Setengah abad kita berlomba-lomba untuk meningkatkan jumlah wisatawan dalam hal kuantitas namun setelah pandemi kita sekarang mengarah kepada kualitas,” kata Sandiaga pada Sabtu (16/04) silam.
Pariwisata halal dan ramah muslim memiliki jumlah pasar yang cukup besar, dilihat pada tahun 2019 pengeluaran wisata muslim dunia mencapai 12 persen pengeluaran wisatawan global.
Indonesia menempati peringkat kelima sebagai negara dengan wisatawan muslim (spending outbound muslim travel countries).
Pariwisata halal tentunya bukan zonasi, lokalisasi, atau mensyariahkan tempat wisata namun kebijakan pengembangan wisata ramah muslim yang mengedepankan suatu kebermanfaatan kepada substansi yang menyediakan layanan family muslim friendly seperti makanan, penginapan, dan transportasi yang halal.
Setelah sempat terpuruk, sektor pariwisata diharapkan kembali dapat tumbuh positif pada tahun 2023 Dengan bergeliatnya perjalanan wisata, para penyelenggara perjalanan haji dan umrah pun mulai berharap dapat memulihkan kondisi bisnis mereka.
Beberapa mulai mengadakan fasilitas pemesanan perjalanan secara digital untuk mempermudah urusan administrasi dan pembelian tiket untuk haji dan umrah.
Masih belum siap beralih ke digital
Namun, peralihan ke cara digital yang oleh beberapa kalangan dianggap lebih efisien dan hemat waktu, ternyata masih sulit diterima banyak orang. Di antaranya sejumlah calon jemaah haji dan umrah.
Mohammed Binmahfouz, pendiri dan CEO Umrahme, perusahaan platform penyedia paket perjalanan umrah beserta layanan visa mengakui bahwa mengubah kebiasaan pelanggan adalah tantangan terbesar bagi perusahaannya.
Perusahaan yang berkantor pusat di Dubai, Uni Emirat Arab, sejak 2018 telah memperkenalkan konsep perjalanan umrah secara digital kepada pelanggannya, seperti memesan paket perjalanan melalui telepon pintar atau lewat platform digital.
Namun menurutnya, banyak pelanggan yang tidak menyambut perubahan ini dan bahkan cenderung menolak, ujar Mohammed Binmahfouz dalam acara Halal in Travel – Global Summit 2022.
Ia mengakui bahwa buat pelanggan yang terbiasa bertemu orang lain atau berbicara lewat telepon untuk memesan tiket, berubah ke aplikasi atau platform digital yang minim interaksi manusia dirasa sulit.
Orang Indonesia belum siap secara kultur dan kebiasaan untuk mendaftarkan perjalanan ibadah mereka secara minim tatap muka. Bagi perusahaan-perusahaan di sektor serupa, setidaknya butuh waktu 5 sampai 10 tahun mendatang bagi jamaah untuk terbiasa dengan sistem digital.
*Penulis adalah Mahasiswi Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Pamulang
**Tulisan dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia