Oleh: Muhammad Fakhri Hauzan
Indonesia berada di tiga jalur pertemuan besar lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Indo-Australia. Jalur tumbukan tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang rawan terhadap bencana geologi, seperti gempa bumi, tsunami, gunung api, dan lainnya.
Jawa merupakan salah satu pulau yang terletak di zona subduksi antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Masyarakat Indonesia yang tidak lepas dari hal-hal mistis, sering mengaitkan suatu bencana geologi yang terjadi dengan hal-hal mistis di daerah tersebut.
Seperti tsunami yang terjadi di Laut Selatan Jawa, sering dikaitkan dengan Nyi Roro Kidul sebagai penguasa Laut Selatan Pulau Jawa.
Masyarakat Indonesia suka menyimpulkan bahwa tsunami yang terjadi akibat penguasa laut sedang marah. Berbagai pemujaan dilakukan untuk menghindari amarah Sang Ratu, seperti dengan memberikan sesaji yang dihanyutkan ke laut. Mitos tersebut terus dipercayai dan dilakukan hingga saat ini.
Pada akhir tahun 2019 dan awal tahun 2020, tercatat bahwa terdapat beberapa korban jiwa saat berwisata di pantai-pantai Pesisir Selatan Jawa Barat, seperti di Pantai Pelabuhan Ratu yang mengakibatkan 1 orang tewas tenggelam (Republika, 2020), di pantai Kabupaten Garut, tercatat 2 orang pengunjung tewas tergulung ombak (Vivanews, 2020), dan di Pantai Pangandaran sebanyak 1 orang karena berenang di zona berbahaya (Liputan6, 2019), peristiwa-peristiwa tersebut sering dikaitkan dengan mitos-mitos yang beredar.
Jika dilihat dari kacamata geologi, Pantai Selatan Jawa yang sering memakan korban ini bukan diakibatkan karena Sang Ratu yang sedang marah, melainkan karena posisi nya yang sangat berisiko jika dijadikan wisata bahari. Posisi Pantai Selatan Jawa berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang pesisirnya memiliki energi gelombang yang lebih besar, kedalaman yang curam, intensitas terbentuknya rip current yang lebih tinggi, gelombang swell dan plunging, hingga ancaman tsunami.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa rip current merupakan faktor utama penyebab terjadinya kecelakaan wisata pantai di beberapa negara (Kumar dan Prasad, 2014; Barlas dan Beji, 2016). Hal tersebut karena rip current merupakan arus yang menjauhi garis pantai, hasil dari pecahnya gelombang laut di dekat pantai, yang memiliki intensitas kecepatan lebih besar dibandingkan dengan kecepatan orang berenang.
*Penulis adalah Mahasiswa Program Studi S1 Akuntansi Universitas Pamulang)
**Tulisan Dibuat sebagai Tugas Perkuliahan
***Dosen Pengampu Nugroho Widhi Pratomo, S.S, M. Pd.