TANGERANG SELATAN – Menghabiskan banyak waktu di media sosial atau melakukan scrolling tanpa henti dapat berdampak buruk bagi kesehatan otak, terutama pada anak-anak dan remaja. Kebiasaan ini tidak hanya mengganggu kesehatan fisik dan mental, tetapi juga memengaruhi kemampuan mereka berinteraksi secara sosial.
American Psychological Association (APA) mengungkapkan bahwa fitur-fitur media sosial, seperti scrolling berkelanjutan dan notifikasi yang terus-menerus, sangat berisiko bagi remaja.
Otak anak muda yang masih berkembang membuat mereka lebih rentan terhadap pengalaman adiktif dan lebih sensitif terhadap berbagai gangguan.
“Platform-platform ini tampaknya dirancang agar anak-anak terus terlibat selama mungkin. Dan anak-anak tidak dapat menahan impuls itu seefektif orang dewasa,” ujar Kepala Sains APA, Mitch Prinstein, dikutip dari NBC News.
Kebiasaan tersebut dapat mengganggu interaksi sosial dengan lingkungan sekitar, mengacaukan waktu belajar, hingga merusak pola tidur.
Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat memicu berbagai masalah kesehatan seperti stres meningkat, kecemasan, sakit kepala, gangguan fokus, kelelahan, bahkan potensi kerusakan otak.
“Fakta bahwa hal ini mengganggu interaksi langsung, waktu belajar, dan yang paling penting tidur mereka, membawa dampak serius,” tambah Prinstein.
Mengenai batasan penggunaan media sosial, dokter emergency di California Selatan, Joe Whittington, MD, menjelaskan bahwa durasinya bergantung pada preferensi, gaya hidup, dan tujuan penggunaan.
Meski demikian, ia merekomendasikan agar waktu layar untuk hiburan dibatasi kurang dari dua jam per hari, khususnya bagi anak-anak.
“Batasi penggunaan dalam periode singkat, misalnya 20 hingga 30 menit sebanyak tiga kali sehari sebagai langkah awal, agar tidak mengganggu produktivitas atau interaksi pribadi,” jelas Joe.
Pendekatan lain yang disarankan adalah memperhatikan rasio waktu online dan offline. Pada anak usia sekolah dan remaja, disarankan untuk menghabiskan tiga jam offline untuk setiap satu jam online.
“Keluarga bisa dan seharusnya menetapkan target waktu yang masuk akal bagi anak atau remaja untuk berada di dunia online,” pungkasnya.







