JAKARTA — Keputusan Universitas Indonesia (UI) meresmikan Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan yang merupakan hasil penggabungan Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) dan Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) menuai sorotan publik. Namun, narasi yang berkembang di luar yang menuduh restrukturisasi ini minim dasar hukum dinilai berpotensi menyesatkan.
Peneliti Indonesian Politic and Policy Institute (IPPI), Faturrahman, menyatakan keheranannya atas isu yang dianggapnya sengaja ‘digoreng’ tersebut. Ia menegaskan, keputusan sebesar ini tidak diambil secara gegabah dan memiliki landasan regulasi yang jelas di tingkat Senat Akademik.
“Perlu diluruskan. UI tidak gegabah mengambil keputusan sebesar ini. Ada regulasi yang jelas mengatur, bahkan di tingkat Senat Akademik, mengenai pembukaan, penggabungan, dan penutupan unit akademik. Jadi klaim bahwa UI bertindak tanpa dasar hukum itu keliru,” tegas Faturahman dalam keterangan resminya, Jumat (24/10/2025).
Faturahman merujuk pada Peraturan Senat Akademik UI Nomor 001 Tahun 2021 yang mengatur mekanisme restrukturisasi kelembagaan secara gamblang. Menurutnya, masalah utama bukan terletak pada aspek legalitas, melainkan pada tata kelola komunikasi institusi.
“Problem utama bukan di aspek legalitas, tapi pada komunikasi. Ada kelompok yang merasa tidak cukup dilibatkan. Itu wajar, tapi berbeda dengan tuduhan bahwa UI tidak punya dasar sama sekali,” ujarnya.
Langkah Strategis Berbasis Visi Global
Lebih lanjut, Faturahman menekankan bahwa penggabungan SIL dan SKSG adalah langkah visioner yang melibatkan organ-organ penting UI, seperti Senat Akademik, Dewan Guru Besar, Majelis Wali Amanat, hingga Rektorat. Hal ini, menurutnya, membuktikan mekanisme institusional telah berjalan.
Dari perspektif strategis, ia menilai UI sedang membangun entitas akademik yang lebih kokoh untuk menghadapi tantangan global. Menggabungkan kekuatan ilmu lingkungan dengan kajian strategik diyakini sebagai pendekatan interdisipliner yang dibutuhkan untuk isu utama abad ke-21, yaitu pembangunan berkelanjutan.
“Menggabungkan kekuatan ilmu lingkungan dengan kajian strategik dan global itu langkah visioner. Kita bicara masa depan, bukan sekadar melestarikan struktur lama,” kata Faturahman.
Terkait kritik emosional mengenai hilangnya warisan Prof. Emil Salim karena bubarnya SIL, Faturahman berpendapat bahwa sejarah akademik dapat dijaga dalam bentuk program atau pusat studi di bawah struktur baru.
Ia menutup dengan imbauan keras agar publik melihat secara objektif. “Mari objektif melihat. Ini bukan bubar asal bubar, tapi restrukturisasi dengan visi global. Jangan sampai narasi yang menyesatkan justru mengaburkan langkah strategis UI dalam memperkuat kapasitas akademiknya,” pungkasnya. (*)







