Oleh: DAHLAN ISKAN
Sang Begawan Media
ANDA pun penasaran: akan seperti apa peringatan 17 Agustus di istana besok? Resmi dan formal? Sederhana, tapi khidmat? Atau, tetap menjadi “pesta rakyat” –seperti yang sudah dibudayakan selama 10 tahun terakhir oleh Presiden Jokowi?
Tidak akan ada saran apa-apa di tulisan ini –sudah telat. Persiapan pasti sudah matang –gladi resik pun sudah dilaksanakan. Tinggal lihat besok seperti apa.
Apa pun, Jokowi telah mengubah sejarah peringatan Hari Proklamasi di istana. Dari semula formal menjadi yang akhirnya sangat Anda sukai: pesta rakyat. Mulai gaya Jokowi berpakaian sampai jenis acaranya. Lalu, muncul penyanyi cilik yang sangat viral: dari Banyuwangi itu. Ojo Dibandingke –jangan dibanding-bandingkan.
Kita tidak pernah melupakan peristiwa itu: joget bersama pun terjadi di halaman istana. Prabowo pun, sebagai menteri pertahanan kala itu, ikut turun melantai. Belum ada istilah “gemoy” saat itu, tapi segarang Prabowo pun bisa sangat gemoy dalam berjoget. Rasanya hampir semua tentara bisa bernyanyi dan berjoget –di luar keahlian mereka sebagai pasukan tempur.
Yang kita lupakan justru penyanyinya itu sendiri: namanya pun saya sudah lupa. Saya harus menelepon sahabat Disway di Banyuwangi untuk bisa menyebutkan siapa ia: Farel Prayogo.
Ketika bertanya-tanya itulah, saya diberi link berita. Yang menulis Aprilia Kristiana. Bulan lalu. Isinya menyedihkan, tapi juga memberikan harapan.
Suatu waktu Farel mau manggung. Ia mau beli minuman dulu di supermarket. Mau tarik uang. Saldo uangnya sisa Rp 56.000.
Menurut tulisan itu, setidaknya Farel masih punya saldo lebih dari Rp 100 juta. Berarti, dalam beberapa hari sebelum ke ATM itu, uangnya terus berkurang.
“Saldo lebih dari Rp 100 juta” pun rasanya tidak masuk akal. Farel sempat populer luar biasa. Di seluruh Indonesia. Ia laris. Pun di acara-acara TV nasional.
Ternyata Farel mengaku pernah punya uang miliaran rupiah. Namun, semua uang itu dipegang orang tuanya. Saat Farel tampil di istana itu, umurnya masih 12 tahun. Ia lahir 10 Agustus 2010.
Menurut Farel, uang itu dipakai orang tuanya untuk investasi masa depan yang bagus: beli kuda dan tanah. Semoga kudanya masih hidup, sering menang balapan, dan bisa dibandingkan dengan kuda-kudanya siapa saja. Pun tanahnya, semoga bukan tanah sengketa. Lokasinya pun istimewa, yang memungkinkan kenaikan harganya luar biasa.
Saya pun terseret menonton YouTube-nya Denny Sumargo. Tulisan tersebut ternyata bersumber dari video Denny itu.
Ternyata lebih dramatis dari itu. Farel mengaku sejak kecil sering jadi korban kekerasan ibunya. Ternyata itu ibu tirinya. Ia sendiri belum pernah tahu siapa ibu kandungnya. Wajah Farel dibilang sangat mirip dengan ibu kandungnya –dan itu jadi alasan pelampiasan sang tiri.
Berita baiknya: Farel kini di Jakarta. Sekolah di ibu kota –masih ibu kota? Mestinya sudah akan masuk SMA. Manajernyalah yang membiayai sekolahnya di Jakarta.
Selalu ada orang baik di dunia ini.
Farel ingin memulai kembali kariernya sebagai penyanyi. Dari nol –secara keuangan.
Peringatan 17 Agustus di istana besok memang bisa menjadi kenangan menyakitkan bagi Farel, tapi juga bisa jadi momentum untuk kebangkitannya.
Kalau dianggap Farel pernah jatuh, sekarang sudah siap memanjat pohon lagi. Ia beruntung jatuh di saat masih muda –bahkan remaja. Masih gampang pulihnya. Apalagi, kalau sang manajer juga bisa jadi dokter untuk motivasi hatinya yang pernah luka.
Pesta rakyat di istana pernah melahirkan banyak cerita. Farel bisa pula jadi simbol untuk memulai kebangkitan ekonomi kita. (*)