DANANTARA sebuah lembaga investasi strategis milik negara yang akan menaungi tujuh perusahaan BUMN besar diantaranya : PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, dan Mining Industry Indonesia (MIND ID).
Struktur organisasi Danantara telah diumumkan dan ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2025 dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 30 Tahun 2025. Danantara ini diawasi Dewan Pengawas yang diketuai Menteri BUMN Erick Thohir hingga Muliaman Hadad dan komisi pemantauan resiko komisi. Di dalamnya juga diisi oleh banyak lembaga dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kapolri, Jaksa Agung, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemantau, Oversight, and Accountability Committee.Â
Dalam sebuah badan investasi negara yang mengelola aset BUMN ini sangatlah krusial dikarenakan dengan aset senilai kurang lebih US$ 900 miliar atau di atas Rp 14.000 triliun, banyak sekali masyarakat yang khawatir.
Maka penerapan prinsip GCG ini sangatlah penting dan diperlukan dalam Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) untuk memastikan pengelolaan aset negara yang transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab.
Dengan penerapan GCG dalam Danantara ini juga dapat  mencegah potensi penyalahgunaan BUMN untuk kepentingan kelompok tertentu, seperti korupsi dan politisasi sehingga meningkatkan kepercayaan investor dan pemangku kepentingan.Â
Definisi dan Tujuan Pengawasan dalam GCG
Good Corporate Governance (GCG) adalah seperangkat prinsip, sistem, dan proses yang digunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan atau organisasi guna menciptakan nilai jangka panjang bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya secara beretika dan berkelanjutan. GCG menekankan pentingnya integritas, transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, dan keadilan dalam seluruh aspek pengelolaan organisasi.
Tujuan Pengawasan GCGÂ
1. Menjamin Akuntabilitas Pengelolaan Dana Publik
Memastikan bahwa dana negara yang dikelola digunakan sesuai mandat dan tujuan strategis yang telah ditetapkan, serta dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada publik dan negara.
2. Mencegah Penyalahgunaan Wewenang dan Konflik Kepentingan
Pengawasan yang efektif membantu mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta memastikan tidak ada intervensi politik dalam pengambilan keputusan investasi.
3. Meningkatkan Kepercayaan Publik dan InvestorÂ
Dengan menerapkan GCG secara konsisten dapat membangun reputasi sebagai lembaga investasi negara yang kredibel dan profesional, sehingga menarik mitra strategis dan investor asing.
4. Menjamin Kinerja dan Efektivitas Organisasi
Pengawasan yang tepat memungkinkan evaluasi dan koreksi terhadap penyimpangan kinerja dan proses bisnis, yang pada akhirnya meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan investasi.
5. Mendukung Keberlanjutan Investasi Nasional
Dengan tata kelola dan pengawasan yang baik, Danantara dapat menjaga portofolio investasi yang sehat dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi jangka panjang.
Studi kasus atau contoh pengawasan yang efektif dan tidak efektif
Dalam penerapan prinsip GCG ini harus di barengi dengan adanya pengawasan yang efektif, berikut contoh pengawasan yang efektif dalam penggunaan prinsip GCG :Â
- Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) – Uni Emirat Arab
Lembaga pengelola dana kekayaan negara (sovereign wealth fund/SWF) milik Pemerintah Emirat Abu Dhabi, yang merupakan bagian dari Uni Emirat Arab (UEA). ADIA dibentuk pada tahun 1976 dan bertugas mengelola kelebihan pendapatan dari minyak dan gas untuk diinvestasikan ke berbagai aset global demi keberlanjutan ekonomi Abu Dhabi di masa depan.
Pengawasan efektif yang dilakukan:Â
- Â Struktur Pengawasan Berlapis: Memiliki dewan direksi, komite risiko, komite audit, dan komite remunerasi.
- Kepatuhan Internasional: ADIA mengikuti standar dan prinsip dari International Forum of Sovereign Wealth Funds (IFSWF), termasuk Santiago Principles.
- Audit Internal & Eksternal: Proses audit dilakukan oleh tim internal dan lembaga independen eksternal.
- Australia Future Fund
Sovereign wealth fund (SWF) milik Pemerintah Australia yang didirikan untuk membantu pemerintah membiayai kewajiban jangka panjang, khususnya kewajiban pensiun sektor publik. Dana ini dikelola secara profesional dan independen untuk memastikan stabilitas fiskal masa depan Australia tanpa harus membebani anggaran negara di masa mendatang.
Pengawasan efektif yang dilakukan :Â
- Keterlibatan Parlemen: Laporan kinerja dan aktivitas disampaikan langsung ke Parlemen Australia.
- Â Independensi Operasional: Dikelola oleh Board of Guardians yang beranggotakan profesional independen.
- Keterbukaan Informasi: Publikasi rutin meliputi laporan triwulanan, tahunan, dan penjelasan kebijakan investasi.
Begitupun ada pengawasan GCG yang tidak efektif :Â
Libyan Investment Authority (LIA) – Libya
LIA adalah sovereign wealth fund milik negara Libya dengan aset lebih dari USD 60 miliar.Â
Akibat dampak bagi negara Libya dari pengawasan GCG yang tidak efektif yaitu Kehilangan aset besar-besaran di bank-bank internasional dan tidak mampu memberikan manfaat ekonomi bagi rakyat Libya
Pengawasan yang kurang efektif di negara Libya dikarnakan :Â
- Kekacauan kelembagaan: Setelah keruntuhan rezim Gaddafi, LIA dikuasai oleh beberapa faksi yang bersaing.
- Minimnya akuntabilitas: Dana digunakan untuk investasi tidak jelas dan aset hilang karena lemahnya pencatatan.
- Kurangnya sistem pengendalian internal: Tidak ada sistem transparansi dan tidak mengikuti prinsip internasional seperti Santiago Principles.
Dalam contoh pengawasan GCG yang efektif ini dapat dijadikan pembelajaran dalam Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang akan terbentuk sistem pengawasan yang kokoh dan dapat meningkatkan akuntabilitas serta kepercayaan publik karena penggunaan prinsip GCG tanpa adanya pengawasan yang efektif, kuat dan independen, prinsip GCG ini hanya menjadi formalitas saja.Â
Analisis dan rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas pengawasan GCG di Indonesia
Good Corporate Governance (GCG) merupakan prinsip tata kelola perusahaan yang menjamin transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan kewajaran dalam pengelolaan perusahaan. Di Indonesia, implementasi GCG masih menghadapi banyak tantangan, terutama dalam aspek pengawasan. Lemahnya pengawasan mengakibatkan munculnya kasus penyalahgunaan wewenang, manipulasi laporan keuangan, dan konflik kepentingan yang merugikan pemangku kepentingan.
Analisis Masalah Pengawasan GCG di Indonesia
Kondisi Umum
Pengawasan Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia masih belum optimal karena banyak perusahaan yang:
- Belum transparan dalam laporan keuangan dan pengambilan keputusan
- Masih kuat dipengaruhi oleh kepentingan politik atau pribadi
- Lemah dalam sistem pengawasan internal dan eksternal
- Tidak melindungi pelapor pelanggaran (whistleblower)
Terdapat beberapa faktor utama yang menyebabkan lemahnya pengawasan GCG di Indonesia, yaitu:
- Peran Komisaris dan Komite Audit yang Kurang Efektif
Banyak dewan komisaris dan komite audit di perusahaan, terutama di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hanya berfungsi secara formal. Mereka kurang aktif dalam mengawasi jalannya operasional dan cenderung tidak independen karena hubungan politik atau kedekatan pribadi dengan direksi.
- Minimnya Transparansi dan Akses Informasi
Sebagian besar perusahaan, khususnya BUMN, belum sepenuhnya membuka informasi penting kepada publik. Laporan keuangan, proses pengadaan, dan penunjukan jabatan strategis seringkali tertutup dan tidak mudah diakses pemangku kepentingan.
- Lemahnya Perlindungan terhadap Whistleblower
Pegawai yang mencoba melaporkan pelanggaran sering menghadapi tekanan atau ancaman. Akibatnya, potensi pelanggaran GCG tidak terungkap sejak dini.
Rekomendasi untuk Meningkatkan Pengawasan GCG
- Penguatan Struktur dan Peran Dewan Komisaris
Diperlukan peningkatan kualitas anggota komisaris melalui proses seleksi yang objektif dan profesional. Komisaris harus memiliki kompetensi dan independensi, serta menjalankan fungsi pengawasan dan evaluasi manajemen secara aktif.
- Penerapan Teknologi Pengawasan Digital
Pemanfaatan sistem Enterprise Resource Planning (ERP), audit digital, dan dashboard risiko real-time akan membantu mendeteksi penyimpangan lebih cepat. Teknologi juga memungkinkan pencatatan transaksi yang tidak dapat diubah (audit trail).
- Perlindungan Hukum bagi Whistleblower
Perusahaan harus membentuk kebijakan whistleblowing system yang aman dan terpercaya, serta memastikan adanya perlindungan hukum dan non-diskriminasi terhadap pelapor.
- Transparansi dalam Proses Pengangkatan dan Remunerasi Direksi
Publikasi terbuka mengenai proses seleksi dan kriteria pengangkatan direksi serta transparansi atas besaran remunerasi menjadi bagian penting dari tata kelola yang sehat dan akuntabel.
- Penegakan Hukum dan Sanksi Tegas
Penegakan hukum terhadap pelanggaran GCG harus dilakukan secara transparan dan tanpa pandang bulu. Keterlibatan aparat hukum seperti KPK, OJK, dan BPK perlu diperkuat dalam memantau praktik GCG di perusahaan-perusahaan publik dan BUMN.
Penulis:
Okhtaviaini
Pulung Sri Rahayu
Rahma Putri
Mahasiswa Universitas PamulangÂ