JAKARTA – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menegaskan wisuda kelulusan siswa di sekolah diizinkan selama tidak memberatkan dan telah mendapatkan persetujuan dari orangtua siswa.
“Kalau menurut saya begini, sepanjang itu tidak memberatkan dan atas persetujuan orangtua dan murid, ya masa sih tidak boleh. Yang penting wisuda itu jangan berlebihan dan jangan dipaksakan,” ujar Abdul Mu’ti usai membuka acara Konsolidasi Nasional (Konsolnas) Dikdasmen 2025 di Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia (PPSDM), Kota Depok, Jawa Barat, Selasa, 29 April 2025.
Pernyataan Mendikdasmen ini menjadi respons terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang melarang pelaksanaan wisuda kelulusan siswa TK hingga SMA/SMK di wilayahnya.
Abdul Mu’ti menegaskan bahwa wisuda dapat dilihat sebagai wujud kegembiraan dan rasa syukur atas pencapaian murid dalam menyelesaikan jenjang pendidikan. Selain itu, momen tersebut bisa menjadi ajang mempererat hubungan antara sekolah, siswa, dan para orangtua.
“Itu kan sebagai tanda gembira dan juga lebih mengakrabkan orangtua dengan sekolah, karena bisa jadi ada orangtua yang tidak pernah ke sekolah anaknya, dan baru datang saat wisuda. Itu pun tidak semua orangtua juga datang,” jelasnya.
Oleh karena itu, Mu’ti menyatakan keputusan terkait penyelenggaraan wisuda sebaiknya dikembalikan kepada kebijakan masing-masing sekolah, selama dilakukan secara bijak dan tidak membebani pihak manapun.
Dikabarkan sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi membuat kebijakan kontroversial yang melarang adanya wisuda kelulusan siswa, baik tingkat TK hingga SMA/SMK.
Larangan ini sempat menjadi perdebatan panas antara Dedi Mulyadi dan seorang siswa lulusan SMAN 1 Cikarang Utara.
Di mana siswa tersebut menganggap pelarangan wisuda siswa akan menghilangkan kenangan saat perpisahan sebelum kelulusan.
Namun Dedi Mulyadi beralasan bahwa wisuda bukan bagian dari kurikulum pendidikan formal dan dapat memberatkan masyarakat, khususnya dari kalangan ekonomi bawah. Ia menegaskan tidak akan mencabut kebijakannya tersebut.
“Sudah jelas TK, SD, SMP, SMA, tidak boleh ada wisuda. Sudah. Kenaikan kelas, kenaikan kelas. Kelulusan, kelulusan,” kata Dedi.
Menurut Dedi, dana yang biasa digunakan untuk wisuda sebaiknya dialihkan ke kebutuhan yang lebih penting, terutama bagi keluarga kurang mampu. Ia juga mengungkap bahwa banyak orangtua yang menyambut baik kebijakan tersebut.