TANGSELXPRESS– Tradisi Munggahan adalah salah satu kebiasaan masyarakat Sunda di Jawa Barat, Indonesia, yang dilakukan menjelang bulan suci Ramadan. Kata “munggah” dalam bahasa Sunda berarti “naik” atau “menaiki”, yang dalam konteks ini bermakna menaikkan diri ke tingkat spiritual yang lebih tinggi sebagai persiapan menyambut bulan penuh berkah.
Asal Usul dan Sejarah Tradisi Munggahan
-
Pengaruh Islam di Tanah Sunda
Sejak abad ke-15, saat ajaran Islam mulai menyebar di wilayah Nusantara, termasuk di tanah Sunda, masyarakat mulai mengadopsi berbagai ritual Islam dalam kehidupan sehari-hari. Munggahan menjadi salah satu bentuk penghormatan terhadap datangnya bulan Ramadan, di mana masyarakat mulai mempersiapkan diri secara spiritual. -
Nilai Kearifan Lokal Sunda
Sebelum Islam datang, masyarakat Sunda sudah memiliki tradisi menghormati alam dan leluhur. Ketika Islam mulai masuk, tradisi tersebut diselaraskan dengan nilai-nilai Islam, seperti silaturahmi, ziarah kubur, dan doa bersama. Hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara ajaran agama dan budaya lokal. -
Makna Filosofis dalam Bahasa Sunda
Kata “munggah” berarti naik atau meningkatkan. Dalam konteks Ramadan, munggahan melambangkan peningkatan diri, baik dari segi ibadah, spiritualitas, maupun hubungan sosial. Tradisi ini mengajarkan untuk “naik kelas” secara rohani dalam menyambut bulan yang penuh berkah. -
Tradisi Zaman Kerajaan Sunda
Ada yang meyakini bahwa praktik serupa munggahan sudah dilakukan sejak zaman Kerajaan Sunda kuno, meskipun belum berkaitan dengan Ramadan. Upacara-upacara adat dilakukan untuk membersihkan diri dan memohon berkah dari leluhur. Ketika Islam mulai menyebar, tradisi ini disesuaikan dengan nilai-nilai Islam.
Makna Tradisi Munggahan
Munggahan merupakan momen untuk membersihkan diri, baik secara fisik maupun batin, agar siap menjalankan ibadah puasa dengan hati yang suci. Tradisi ini juga menjadi sarana untuk mempererat tali silaturahmi dengan keluarga, tetangga, dan sahabat.
Asal-usul tradisi Munggahan berkaitan erat dengan budaya dan kepercayaan masyarakat Sunda di Jawa Barat, yang mengakar dari nilai-nilai Islam yang dipadukan dengan kearifan lokal. Meskipun tidak secara langsung berasal dari ajaran Islam, tradisi ini berkembang sebagai bentuk adaptasi masyarakat Sunda dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadan.
Hidangan Khas Tradisi Munggahan
Setiap daerah di Sunda mungkin memiliki variasi makanan yang berbeda, tapi beberapa hidangan berikut ini sering disajikan:
-
Nasi LiwetÂ
Nasi gurih yang dimasak dengan santan, disajikan dengan lauk seperti ayam goreng, tahu, tempe, ikan asin, dan sambal. Biasanya disantap bersama di atas daun pisang. -
Pepes IkanÂ
Ikan yang dibumbui rempah khas Sunda, dibungkus daun pisang, lalu dikukus atau dibakar. -
Ayam BakarÂ
Ayam yang dibumbui dengan rempah manis gurih khas Sunda, dibakar hingga matang sempurna. -
Lalapan dan SambalÂ
Sayuran segar seperti mentimun, kol, dan kemangi, disajikan dengan sambal terasi. -
Kue TradisionalÂ
Seperti kue lupis, klepon, atau dodol garut yang sering menjadi hidangan penutup.