TANGSELXPRESS – Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri meningkatkan status kasus dugaan pemalsuan terkait pagar laut di perairan Tangerang, Banten, ke tahap penyidikan.
Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan keputusan ini diambil setelah gelar perkara kasus tersebut dan pihaknya menemukan adanya unsur pidana.
“Dari hasil gelar, kami sepakat bahwa telah ditemukan dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan/atau pemalsuan akta autentik. Selanjutnya, kami siap melaksanakan penyidikan lebih lanjut,” ujar Djuhandani Rahardjo Puro, Rabu (5/2/2025).
Djuhandani menjelaskan, kendati telah naik ke tahap penyidikan polisi belum mengungkap pihak-pihak yang berpotensi menjadi tersangka. Namun, dia memastikan proses hukum akan dilakukan secara profesional dan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.
“Kita akan mencari lebih lanjut dalam proses penyidikan. Sebelum menemukan tersangka, kami tetap mengutamakan asas praduga tak bersalah. Namun, pada prinsipnya, penyidikan sudah kami persiapkan dengan matang,” tuturnya
Sebelum dilakukan gelar perkara kasus pagar laut ini, penyidik Bareskrim Polri telah memeriksa lima saksi kunci. Salah satunya perwakilan dari Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB) Raden Lukman.
Kemudian ada dua orang dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tangerang.
Djuhandani menambahkan, dalam proses penyelidikan ini Polri berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk KKP, Kementerian ATR/BPN, dan kelurahan tempat terbitnya sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di laut.
Dugaan pelanggaran dalam kasus ini mengacu pada Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat, Pasal 264 KUHP tentang Pemalsuan Akta Autentik, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Semoga kita bisa mengungkap lebih jauh apakah ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran Pasal 263 dan 264 KUHP serta Undang-Undang TPPU,” tukasnya.







