PEMERINTAH berencana menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12%, sesuai dengan amanat Undang-undang Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP), kenaikan PPN ini memicu banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Kebijakan ini dinilai menambah beban ekonomi terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Menurut UU HPP, kenaikan tarif PPN ini akan dimulai pada Januari 2025. Namun rencana ini masih menuai pro dan kontra, karena kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya stabil
Pemerintah berargumen bahwa kenaikan PPN diperlukan karena tarif PPN yang lebih tinggi diharapkan bisa membantu menutup defisit anggaran dan mendanai program-program pemerintah, serta tarif PPN 12% dianggap masih kompetitif dibandingkan negara lain di kawasan ASEAN.
Kenaikan PPN 12% akan berpotensi memengaruhi banyak pihak, khususnya masyarakat yang berpenghasilan rendah karena kelompok ini menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan pokok, sehingga mereka akan paling merasakan dampak kenaikan harga barang dan jasa. Pelaku UMKM juga sangat berdampak karena penurunan daya beli masyarakat.Â
Penolakan terhadap kenaikan PPN disuarakan oleh berbagai kelompok. Banyak warga menilai kebijakan ini tidak adil karena membebani masyarakat kecil yang sudah kesulitan memenuhi kebutuhan dasar. Sejumlah pihak mengusulkan agar pemerintah lebih fokus pada efisiensi belanja negara.
Penulis: