TANGSELXPRESS – Anggota DPR RI, Riyono, menyoroti keputusan Pemerintah yang kembali membuka ekspor pasir laut setelah 20 tahun dilarang. Riyono, yang dikenal sebagai tokoh peduli nelayan dan pernah meraih Jateng Pos Award pada tahun 2017, mengungkapkan setidaknya ada 10 dampak serius dari kebijakan tersebut.
“Pertama, meningkatkan abrasi pesisir pantai dan erosi pantai. Kedua, Menurunkan kualitas lingkungan perairan laut dan pesisir pantai. Ketiga, meningkatnya pencemaran pantai. Empat (keemnpat), penurunan kualitas air laut yang menyebabkan semakin keruhnya air laut,” sebut Riyono dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, di Jakarta, Minggu (13/10/2024).
Dampak kelima adalah kerusakan pada wilayah pemijahan ikan dan daerah asuhan, yang dapat mengganggu ekosistem laut. Keenam, Riyono menyebut bahwa ekspor pasir laut akan meningkatkan turbulensi yang menyebabkan peningkatan kadar padatan tersuspensi di dasar laut.
“Ketujuh, meningkatkan intensitas banjir air rob, terutama di pesisir daerah yang terdapat penambangan pasir laut. Kedelapan, merusak ekosistem terumbu karang dan fauna yang mendiami ekosistem tersebut,” urai Politisi Fraksi PKS ini.
Dampak kesembilan adalah peningkatan energi gelombang yang menerjang pantai akibat dasar perairan yang menjadi lebih curam dan dalam. Hal ini dikarenakan pengangkatan pasir laut yang mengurangi kemampuan dasar perairan untuk meredam energi ombak.
Dampak kesepuluh adalah potensi konflik sosial antara masyarakat yang mendukung lingkungan dengan para penambang pasir laut. Riyono mengingatkan bahwa sepuluh alasan ini menjadi dasar pelarangan ekspor pasir laut selama 20 tahun dan mempertanyakan mengapa sekarang kebijakan tersebut diubah.
“Sepuluh alasan di atas memberikan pemahaman kenapa ekspor pasir laut itu dilarang selama 20 tahun. Lalu kenapa tiba-tiba sekarang diperbolehkan?,” tanya aleg dari Dapil VII Jatim ini.
“Jika sekarang diperkuat melalui PP maka potensi konflik akan semakin luas dan merugikan nelayan kecil,” sambungnya.
Menurut Riyono, kebijakan ini berpotensi memperparah konflik, merugikan nelayan kecil, dan mengancam keberadaan pulau-pulau kecil dan terluar di Indonesia. Ia mencontohkan konflik yang terjadi pada 7 Maret 2020 di Lampung Timur, di mana terjadi pembakaran kapal akibat penambangan pasir laut yang memicu bentrokan antara pengusaha dan masyarakat lokal.
Riyono mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) terkait ekspor pasir laut ini, dengan dugaan bahwa kebijakan tersebut lebih menguntungkan pengusaha besar ketimbang melindungi kepentingan lingkungan dan nelayan kecil. Ia mendesak Presiden untuk membatalkan kebijakan tersebut agar kerusakan lingkungan bisa dicegah.
“Jika PP ini dijalankan maka menjadi ancaman nyata akan hilangnya pulau-pulau kecil dan terluar di NKRI. Lalu jika banyak kerusakan kenapa PP ini terbit? Presiden harusnya membatalkan PP ini,” imbuhnya menambahkan.