TANGSELXPRESS – Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait dugaan pelarangan penggunaan jilbab bagi tenaga kesehatan (nakes) di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta.
Netty menilai bahwa jika tuduhan ini benar, hal tersebut sangat disayangkan karena kebebasan menjalankan perintah agama seharusnya dihormati, terutama di institusi seperti rumah sakit yang seharusnya tidak membeda-bedakan dalam memberikan layanan.
“Jika hal itu benar terjadi, maka sangat disayangkan karena kebebasan menjalankan perintah agama masih dipersoalkan. Apalagi ini rumah sakit yang harusnya tidak pandang bulu dalam melayani,” ungkap Netty dalam keterangan yang diterima, Senin (2/9/2024).
Netty menjelaskan, dugaan pelarangan jilbab ini semakin diperkuat oleh surat protes yang viral di media sosial, yang ditulis oleh seorang dokter. “Seorang tenaga medis terpaksa meninggalkan pekerjaannya karena jilbab dipermasalahkan. Ini tidak masuk akal. Padahal, di ruang-ruang publik maupun instansi pemerintah, penggunaan jilbab merupakan hal umum,” kata Netty, yang merupakan Politisi Fraksi PKS.
Netty juga menegaskan bahwa profesionalitas seorang tenaga medis tidak seharusnya diukur berdasarkan penggunaan jilbab. “Ada kode etik dan standar profesional tersendiri yang menjadi ukuran dalam bekerja,” tegas Politisi Fraksi PKS itu.
Ia meminta pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), untuk segera melakukan pengecekan mengenai adanya pelarangan jilbab tersebut. “Jangan dianggap hal sepele. Kasus semisal ini, jika dibiarkan, dapat mengganggu kerukunan umat beragama yang telah diperjuangkan bersama,” tambahnya.
Sebelumnya, sebuah surat yang ditulis oleh dokter Diani Kartini bertanggal 29 Agustus 2024 dan ditujukan kepada Direksi RS Medistra sempat viral di media sosial. Dokter Diani mengonfirmasi bahwa surat tersebut memang benar ditulis olehnya dan telah diserahkan dalam bentuk soft copy kepada RS Medistra.
Menanggapi polemik tersebut, RS Medistra Jakarta akhirnya mengeluarkan permohonan maaf. Dalam surat permohonan maafnya, RS Medistra mempersilakan siapa pun yang ingin bekerja sama dalam melayani masyarakat di bidang kesehatan, serta berjanji untuk melakukan proses kontrol ketat terhadap proses rekrutmen dan komunikasi di masa depan.