TANGSELXPRESS – Pemerintah berencana mengubah skema pemberian subsidi KRL Jabodetabek menjadi berbasis nomor induk kependudukan (NIK), yang berpotensi memengaruhi tarif KRL sesuai dengan data NIK pengguna. Rencana ini menimbulkan berbagai reaksi di kalangan pengguna KRL.
Alun (22), salah satu pengguna KRL dengan tegas menolak wacana tersebut. Menurut dia, kenaikan tarif justru akan menambah beban biaya sehari-hari. “Sebagai pengguna KRL setiap hari, saya merasa terbebani dengan biayanya. Kalau tarif dinaikkan, pengeluaran akan semakin meningkat,” ungkap Alun seperti dikutip dari beritasatu.com pada Kamis (29/8/2024).
Di sisi lain, Anisa (28) tidak mempermasalahkan perubahan skema subsidi yang dapat mengakibatkan kenaikan tarif, asalkan diimbangi dengan peningkatan pelayanan. “Jika kenaikan tarifnya tidak signifikan, saya tidak masalah, tetapi fasilitas dan pelayanan harus ditingkatkan. Kebersihan, ketepatan waktu, dan kondisi toilet harus diperhatikan lebih baik,” kata Anisa.
Dinda (32) juga setuju dengan kenaikan tarif, tetapi meminta adanya peningkatan fasilitas. “Pelayanan dan fasilitas harus ditingkatkan. KRL harus ditambah rangkaiannya karena sering penuh dan banyak AC yang mati. Keamanan juga harus ditingkatkan,” tambah Dinda.
Bonni (30) menganggap wajar adanya kemungkinan kenaikan tarif, tetapi berharap skema subsidi berbasis NIK diterapkan dengan tepat sasaran untuk memastikan keadilan bagi semua pengguna. “Kenaikan tarif bisa dimengerti, tetapi skema subsidi harus diterapkan dengan baik agar tepat sasaran,” tutup Bonni.
Secara keseluruhan, meskipun ada penerimaan terhadap wacana kenaikan tarif, banyak pengguna KRL yang berharap agar perubahan ini disertai dengan perbaikan signifikan dalam pelayanan dan fasilitas untuk mengimbangi biaya tambahan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengatakan skema penetapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK masih dalam pembahasan. Rencana penetapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK merupakan bagian upaya DJKA dalam melakukan penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dengan subsidi yang lebih tepat sasaran.
“Untuk memastikan agar skema tarif ini betul-betul tepat sasaran, saat ini kami masih terus melakukan pembahasan dengan pihak-pihak terkait. Nantinya skema ini akan diberlakukan secara bertahap, dan akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum ditetapkan,” jelas Risal dalam pernyataan tertulis, Kamis (29/8/2024).
Wacana pemberian subsidi untuk KRL Jabodetabek berbasis NIK tertuang dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 yang telah diserahkan pemerintah ke DPR untuk dibahas bersama. Dalam dokumen tersebut ditetapkan anggaran belanja subsidi public service obligation (PSO) untuk PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebesar Rp 4,79 triliun.
Tujuannya, untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api, termasuk KRL Jabodetabek. “Penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek,” tulis Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025.
Sementara, pengaturan tarif commuter line saat ini sesuai Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor 354 Tahun 2020 tentang Tarif Angkutan Orang Dengan Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi Untuk Melaksanakan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation/PSO).
Pada keputusan menteri tersebut, besaran tarif perjalanan commuter line Jabodetabek sebesar Rp 3.000 untuk 25 km pertama, dan ditambahkan Rp 1.000 untuk perjalanan setiap 10 kilometer berikutnya. Besaran tarif tersebut telah berjalan lebih dari 5 tahun terakhir.