TANGSELXPRESS – Jumlah korban tewas yang terus bertambah akibat konflik di Jalur Gaza, Palestina, membuat pemakaman di wilayah tersebut makin penuh, sehingga banyak keluarga yang tidak bisa memakamkan anggota keluarganya.
Saad Hassan Barakat, seorang pekerja pemakaman di Kota Gaza, mengatakan, meskipun ia memiliki banyak pengalaman dalam pekerjaan pemakaman, ia tidak pernah menghadapi krisis sebesar ini.
Barakat mengatakan, sebelum perang, ia melakukan beberapa pemakaman setiap hari. Sejak pecahnya konflik Israel-Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, ia terkadang menguburkan 70, 80, 100 atau hingga 300 jenazah dalam satu hari.
Ia menggambarkan bagaimana jenazah sekarang dikubur berlapis-lapis dan bertumpuk-tumpuk di pemakaman.
“Kesulitannya adalah tidak ada ruang tersisa untuk menggali kuburan, jadi saya menumpuk kuburan satu di atas yang lain,” katanya, kepada Anadolu, seperti dikutip dari Daily Sabah Kamis, (23/8/2024).
“Tempat ini bukan hanya satu atau dua, tetapi tiga lapis kuburan,” ungkap Barakat.
Barakat, yang sebelumnya mengawasi sembilan pemakaman di daerah tersebut mengatakan, ia sekarang hanya dapat mengakses dua pemakaman karena pengeboman yang sedang berlangsung.
“Pengeboman terus berlanjut siang dan malam,” katanya.
Ia menambahkan, jenazah dikuburkan di pemakaman massal tanpa biaya. Sementara mereka yang meminta pemakaman individu harus membayar sekitar 300 shekel.
Sementara itu, Mohammed Abdullah, seorang warga Palestina yang mengungsi dari kamp pengungsi Nuseirat di Gaza tengah mengatakan, serangan gencar militer Israel membuat semakin sulit untuk menguburkan jenazah.
“Jumlah martir sangat mengerikan dan terus meningkat,” kata Abdullah.
“Dalam pembantaian terkecil, kami kehilangan 10 atau 20 orang. Di wilayah tengah Gaza, hanya ada tiga pemakaman, dan semuanya penuh sesak,” jelasnya.
Abdullah menceritakan usahanya baru-baru ini untuk mengubur delapan jenazah, di mana jenazah yang sebelumnya dikubur masih ada dan ditemukan kembali.
