TANGSELXPRESS – Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) kembali mengukuhkan tiga profesor sekaligus dengan bidang kajian berbeda, yakni terkait terorisme, rekam jejak partai Islam dan tata kelola perkotaan.
Profesor yang dikukuhkan bersamaan di Gedung Teatre Dome UMM, Sabtu, adalah Prof Dr Gonda Yumitro, Prof Dr Asep Nurjaman dan Prof Dr Tri Sulistyaningsih. Ketiga profesor yang dikukuhkan tersebut dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP).
Dalam pidato pengukuhannya, Prof Gonda Yumitro yang fokus membahas isu terorisme dengan judul “Model Comprehensive Collaboration dalam Program Deradikalisasi Mantan Teroris Indonesia” itu mengemukakan bahwa hal itu berkaitan dengan mentalitas dan pemahaman seseorang yang ekstrem.
“Mereka tidak bisa menerima moderasi dan perbedaan pemahaman dengan orang atau pendapat lain, sehingga mendorong terjadinya kekerasan politik. Dalam lingkup sosial, terorisme adalah ancaman yang nyata bagi masyarakat,” katanya.
Mereka, lanjutnya, semakin berani menunjukkan identitasnya seiring dengan reformasi Indonesia yang memberikan lebih banyak kebebasan dalam kehidupan masyarakat.
Isu terorisme transnasional juga tidak dapat dipisahkan dari posisi strategis Indonesia di politik internasional, termasuk ideologi jaringan yang telah dikembangkan.
Dalam penelitiannya, Gonda memberikan cara-cara yang dapat dilakukan untuk menggaungkan program deradikalisasi pada mantan teroris, yakni dengan menggunakan pendekatan 3 H, yakni heart, hand dan head.
“Dengan memahami akar persoalan dan dinamika yang berkembang, program deradikalisasi yang dilakukan bisa lebih efektif. Berbagai tantangan yang ada dapat dijadikan acuan bagi pemerintah untuk memperbaiki program deradikalisasi terhadap mantan teroris Indonesia,” ucapnya.
Sementara itu, Prof Asep Nurjaman melakukan penelitian terkait rekam jejak partai Islam pada dinamika sistem kepartaian di Indonesia setelah era Soeharto, apalagi partai Islam juga memainkan peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi arah politik nasional.
“Partai Islam juga dilibatkan dalam pembentukan undang-undang, partisipasi dalam pemilihan umum, dan advokasi untuk kebijakan yang mencerminkan nilai-nilai Islam. Dengan demikian, dinamika sistem kepartaian di Indonesia pasca-Soeharto tidak dapat dipisahkan dari peran sentral partai Islam,” kata Prof Nurjaman.
Penelitian yang dilakukan Asep Nurjaman menggambarkan hubungan kompleks antara merosotnya kinerja partai Islam dengan dinamika sistem kepartaian setelah lengsernya Soeharto. Bahkan, menemukan bukti bahwa kemunduran partai Islam berakibat pada terjadinya perubahan pada sistem kepartaian.
Menurut dia, transformatif dari sistem pemilu multipartai di Indonesia setelah kepemimpinan Soeharto membuat struktur partai menjadi lebih dinamis dan cair. Hal ini berdampak pada partai-partai keagamaan, yang pernah mempunyai pengaruh besar dalam politik Indonesia.
Namun, lanjutnya, belakangan ini mereka sudah tidak lagi bersaing dalam pemilu.
Sedangkan Prof Tri Sulistyaningsih dalam pidatonya mengemukakan gagasannya terkait new urban governance tata ruang kota untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan.
Prof Tri mengemukakan bahwa dalam penelitiannya konsep ini tidak hanya membutuhkan kontrak untuk privatisasi fungsi pemerintahan, namun juga proses baru untuk menerapkannya, termasuk musyawarah dan dialog untuk membuat kebijakan dan penyelesaian perselisihan.
Dia mengatakan tata kelola cerdas bergantung pada tata kelola yang baik, seperti prinsip terbuka (transparan), akuntabel dan kolaboratif yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Begitu juga dengan prinsip partisipatif dan pemerintahan elektronik (egovernment).
Tri mengungkapkan bahwa kota cerdas tidak hanya cerdas dalam hal layanan yang lebih tinggi, tetapi juga memiliki sistem yang efisien dan efektif. “Sekaligus dapat membawa pembangunan daerah yang seimbang. Institusi dengan tata kelola yang lebih baik adalah institusi yang prosedurnya transparan,” ujarnya.