SIAPAKAH ROHINGYA? Rohingya merupakan kelompok etnis Muslim yang telah berdiam di Myanmar selama berabad-abad. Sebagai minoritas di negara dengan mayoritas penduduk beragama Buddha, mereka sering mengalami diskriminasi. Pemerintah Myanmar bahkan menolak untuk mengakui mereka sebagai warga negara, memicu kontroversi dan isolasi.
Pengungsi rohingya telah menarik perhatian dunia, terutama sejak kedatangan lebih dari seribu orang ke sabang, Aceh pada 14 november lalu.
Alasan pengungsian Rohingya yaitu situasi di Bangladesh Kamp Cox’s Bazar, tempat pengungsian Rohingya di Bangladesh, diketahui memiliki kondisi yang tidak aman.
Laporan Human Rights Watch tahun 2023 mencatat insiden kekerasan seperti penculikan dan pembunuhan juga mengalami krisis pangan karena Program Pangan Dunia (WFP) memotong jatah makanan pengungsi di awal 2023.
Selain itu, keterbatasan akses pekerjaan dan pendidikan, dengan alasan pihak pemerintah di sana tidak ingin mereka masuk dalam kehidupan masyarakat umum. Bahkan etnis Rohingya dilarang untuk mempelajari bahasa Bengali, bahasa asli penduduk Bangladesh. Alasan lainnya yaitu kekerasan militer di Myanmar.
Laporan dari UNHCR awalnya Indonesia kedatangan 882 pengungsi Rohingya, tapi dalam satu pekan terakhir gelombang pengungsi Rohingya mengalami peningkatan lebih dari 100% dengan jumlah sekitar 1.000 orang.
Direktur Arakan Project, lembaga advokasi HAM Rohingya, Chris Lewa menilai Indonesia bukanlah negara tujuan bagi pengungsi Rohingya dalam mencari perlindungan. Ada yang mengatakan bahwa Indonesia hanya menjadi tempat transit karena tidak bisa mendarat di Malaysia atau tidak bisa sampai di Malaysia. Namun, belakangan ini, situasi keamanan makin memburuk di kamp Cox’s Bazar, membuat pengungsi Rohingya memprioritaskan mencari keselamatan. Indonesia pun mereka harapkan bisa menjadi tempat perlindungan.
Bertambah kedatangan Rohingya ke Indonesia menjadi pemicu konflik, menimbulkan spekulasi pro dan kontra bahkan penolakan pengungsi yang berspekulasi karena tidak tersedianya lagi tempat penampungan.
Masyarakat Aceh juga merasa jera dengan kelakuan beberapa pengungsi yang tidak menghormati aturan dan sering menimbulkan sifat kriminal yang merugikan warga setempat. Reaksi tersebut juga bisa dipahami dalam konteks sejarah Aceh dan kondisi sosial ekonominya saat ini, sering kali masuknya pengungsi sebagai beban tambahan pada sumber daya mereka yang terbatas.
Ditambah dengan temuan bahwa mereka ada yang terlibat dan korban dari sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Sebanyak 36 imigran Rohingya di Aceh timur membayar sekitar Rp 15,5 juta untuk dapat diselundupkan ke Indonesia. Maka dengan adanya temuan kasus tersebut memperkuat bahwa mereka dengan sengaja datang ke Indonesia.
Upaya pemerintah Indonesia untuk membantu menyelesaikan permasalahan etnis Rohingya di Myanmar adalah bentuk bantuan kemanusiaan dan upaya diplomatik. Secara berkala, Indonesia memberi bantuan yang bersifat darurat seperti tenda dan sarana prasarana.
Kementrian Luar Negeri menuturkan Indonesia secara aturan tidak memiliki kewajiban untuk
menampung para pengungsi karena Indonesia bukan pihak pada Konvensi Pengungsi 1951. Presiden Joko Widodo akhirnya buka suara terkait pro dan kontra kehadiran pengungsian Rohingya di Indonesia.
Kepala Negara mengatakan pemerintah memberikan bantuan kemanusiaan sementara kepada pengungsi dengan mengutamakan kepentingan masyarakat lokal. Selain itu, pemerintah juga akan menindak tegas aksi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dalam arus masuknya pengungsi Rohingya ke Indonesia.
Penulis:
Anggita Aulia Hambali
Mahasiswa Universitas Pamulang
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas kuliah.