MANUSIA di dalam suatu organisasi dipandang sebagai sumber daya. Artinya, sumber daya atau penggerak dari suatu organisasi. Penggerak dari sumber daya yang lainnya, apakah itu sumber daya alam atau teknologi.
Hal ini merupakan suatu penandasan kembali terhadap falsafah Man behind the gun. Roda organisasi sangat tergantung pada perilaku-perilaku manusia yang bekerja di dalamnya.
Menghadapi era pasar bebas yang akan dimulai tahun 2003 nanti, manusia yang berkualitas dalam bekerja merupakan prasyarat yang tidak dapat ditawar-tawar kembali; bahkan hukum alam semakin diperkukuh. Artinya tenaga kerja yang kurang terampil dan kurang berpengetahuan akan tersingkir dari pasar kerja. Tenaga kerja yang berkualitaslah yang dapat merebut pasar kerja.
Tenaga kerja seperti apa yang dikatakan berkualitas? Sagir (1988) mengatakan, bahwa tenaga kerja yang berkualitas ditandai oleh ketrampilan yang memadai, profesional, dan kreatif.
Schultz (dalam Ancok, 1989) mengatakan ada beberapa faktor yang menentukan kualitas tenaga kerja yaitu tingkat kecerdasan, bakat, sifat kepribadian, tingkat pendidikan, kualitas fisik, etos (semangat kerja), dan disiplin kerja. Kualitas manusia seperti itulah yang menjadi andalan pesatnya kemajuan negara-negara seperti Korea Selatan, Taiwan, maupun Singapura yang dijuluki sebagai macan Asia.
Bagaimana dengan kualitas tenaga kerja di Indonesia? Jika dilihat dari struktur pendidikannya, posisi tenaga kerja Indonesia kurang menguntungkan. Karena sebagian besar mempuyai tingkat pendidikan rendah. Ironisnya, kualitas etos kerja dan disiplin kerja para tenaga kerja dipandang oleh beberapa ahli masih tergolong rendah.
Tenaga kerja Indonesia agar mempunyai daya saing yang tinggi dan tidak kalah dibandingkan dengan kualitas tenaga kerja asing, dalam rangka memasuki era pasar bebas, pemerintah mencanangkan gerakan disiplin nasional (GDN).
BUMN dan pihak swasta, GDN ini ditindaklanjuti melalui upaya meningkatkan disiplin kerja misalnya dengan memberikan pelatihan Adi Disiplin seperti dilakukan PT. Jaya Group Jakarta, sebuah BUMD pemda DKI Jakarta, yang mempunyai belasan anak perusahaan.
Gerakan GDN antara lain pemerintah melakukan razia pegawai negeri di tempat-tempat umum, seperti toko, pasar atau pusat pembelanjaan pada jam-jam kerja.
GDN di berbagai fakultas disambut dengan memperketat penggunaan seragam dan kehadiran pada upacara bendera.
Disiplin bagi pegawai negeri masih berkutat dalam taraf mentaati waktu kerja, penggunaan seragam KORPI atau PSH), sementara bagi pihak swasta dan BUMD melalui pelatihan untuk menanamkan atau mensosialisasikan nilai-nilai yang ada di balik istilah disiplin.
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk membahas pengertian apakah disiplin itu, terutama difokuskan dalam disiplin kerja dan bagaimana implementasinya.
Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin kerja dibicarakan dalam kodisi yang sering kali timbul bersifat negatif. Disiplin lebih dikaitkan dengan sangsi atau hukuman. Contohnya : bagi karyawan Bank, keterlambatan masuk kerja (bahkan dalam stu menit pun) berarti pemotongan gaji yang disepadankan dengan tidak masuk kerja pada hari itu. Bagi penegndara sepeda motor, tidak menggunakan helm berarti siap-siap ditilang polisi.
Disiplin dalam arti yang positif seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli berikut ini. Hodges (dalam Yuspratiwi, 1990) mengatakan bahwa disiplin dapat diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok yag berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, pengertian disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah laku yang menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik indikator-indikator disiplin kerja sebagai berikut (a) disiplin kerja tidak semata-mata patuh dan taat terhadap pengunaan jam kerja saja, misalnya datang dan pulang sesuai dengan jadwal, tidak mangkir jika bekerja, dan tidak mencuri-curi waktu; (b) upaya dalam mentaati peraturan tidak didasarkan adanya perasaan takut, atau terpaksa (c) komitmen dan loyal pada organiasi yaitu tercermin dari bagaimana sikap dalam bekerja.
Apakah karyawan serius atau tidak? Loyal atau tidak? Apakah karyawan dalam bekerja tidak pernah mengeluh, tidak berpura-pura sakit, tidak manja, dan bekerja dengan semangat tinggi?
Sebaliknya, perilaku yang sering menunjukkan ketidakdisiplinan atau melanggar peraturan terlihat dari tingkat absensi yang tinggi, penyalahgunaan waktu istirahat dan makan siang, meninggalkan pekerjaan tanpa ijin, membangkang, tidak jujur, berjudi, berkelahi, berpura-pura sakit, sikap manja yang berlebihan, merokok pada waktu terlarang dan perilaku yang menujukkan semangat kerja yang rendah.
Tindakan Pendisiplinan
Disiplin kerja selain dipengaruhi faktor lingkungan kerja (bagaimana budaya disiplin dalam organisasi tersebut) juga dipengaruhi oleh faktor kepribadian, maka ketidakhadiran salah satu faktor akan menyebabkan pelanggaran aturan. Jika salah satu karyawan melanggar maka perlu dilakukan upaya-upaya tindakan pendisiplinan agar prinsip-prinsip sosialisasi disiplin seperti adil dapat dipertahankan.
Berdasarkan berbagai pengalaman dan pengamatan di organisasi, pelanggaran terhadap aturan-aturan terjadi sepanjang masa adalah fenomena yang tidak dapat dipungkiri.
Peraturan yang dibuat agar dapat berfungsi secara efisien dan efektif perlu ditegakkan dengan cara melakukan tindakan-tindakan dalam upaya pendisiplinan karyawan.
Tindakan pendisiplinan dilakukan dalam rangka pembinaan dan bukanya penghukuman
Tindakan pendisiplinan dapat dilaksanakan dengan menggunakan prinsip dari progressive discipline. Prinsipnya adalah (a) hukuman untuk pelanggaran pertma lebih ringan daripada pengulangan pelanggaran; (b) hukuman untuk pelanggaran kecil lebih ringan daripada pelanggaran berat.
Adapun cara-cara yang dapat diterapkan melalui konseling (diskusi informal), teguran lisan, teguran tertulis, skorsing dan pemberhentian kerja.
Penulis:
Fika Afriliah
Mahasiswi Universitas Universitas Pamulang
Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas kuliah.