DI pedesaan ada berbagai tantangan untuk siswa yang belajar Bahasa Inggris. Tantangan yang dimaksud di sini merupakan sebuah kondisi yang membuat siswa kesulitan untuk mempelajari hal itu. Faktor yang sangat terlihat adalah dari keadaan siswa, fasilitas, lingkungan, kemampuan guru bahasa inggris, serta pandangan masyarakat desa terhadap Bahasa Inggris itu sendiri.
Keraf (1984, p.16) mengatakan bahwa “bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat, berupa lambang bunyi suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.”
Bahasa yang digunakan oleh kita adalah bahasa ibu, yaitu bahasa pertama yang digunakan oleh manusia sejak lahir melalui interaksi.
Meski begitu bahasa daerah berbeda dengan maksud bahasa ibu itu sendiri. Interaksi di pedesaan tentunya menggunakan bahasa daerah sesuai wilayah. Tetapi komunikasi yang terjadi pada setiap waktu di daerah adalah antar masyarakat sekitar saja, jarang terjadi ada interaksi dengan orang luar (turis) seperti di perkotaan yang sudah menjadi hal lumrah. Maka tidak heran hampir semua siswa di Desa tidak ada minat untuk dapat lancar berbicara bahasa Inggris.
Mempelajari Bahasa Inggris bagi siswa atau pelajar memang diperlukan untuk sekarang ditambah modernisasi yang begitu cepat membuat kita harus tanggap mengikuti kemajuan itu.
Menurut Crystal (1997) Bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa terpenting di dunia saat ini. Bagaimana tidak menjadi terpenting, dalam berbagai aspek kehidupan di dunia adalah menggunakan Bahasa Inggris. Tidak heran banyak peluang untuk bekerja dan menjalin antar orang belahan dunia supaya kita dapat terus berkembang untuk maju. Jika tidak, maka seperti di Desa saat ini kita akan mengalami ketertinggalan yang cukup jauh.
Kondisi seperti itu tentunya membuat siswa yang minat akan belajar Bahasa Inggris menjadi benar-benar terbatas dan kesulitan, meski banyak sumber daya tetapi kualitas yang rendah akan mengalami kesulitan untuk mengubah kondisi itu. Padahal peningkatan minat untuk belajar Bahasa Inggris di desa pada siswa sangat penting karena dibandingkan di kota besar kondisinya jauh berbeda, yang mana sudah menerapkan Bahasa Inggris menjadi bahasa kedua (foreign language) untuk mereka.
Bahasa Inggris digunakan untuk menghubungkan masyarakat dengan dunia dalam beberapa aspek kehidupan. Misalnya dalam aspek pendidikan, di perkotaan sudah banyak menerapkan bahasa Inggris menjadi bahasa sehari-hari, sedangkan di pedesaan banyak siswa yang kesulitan belajar Bahasa Inggris karena diharuskan pada siswa untuk menguasai kosakata, penulisan, pelafalan, dan pembendaharaan kata sesuai dengan Bahasa Inggris itu sendiri, yang tentunya sangat berbeda dengan pola Bahasa Indonesia.
Di pedesaan sekolah-sekolah juga memiliki cara pembelajaran Bahasa Inggris walaupun itu terbatas dan sangat berbeda dengan di kota besar. Di perkotaan siswa dapat dengan mudah untuk belajar Bahasa Inggris asal diikuti dengan keinginan dan dukungan dari orang tua atau orang sekitar.
Tersedianya tempat dan sarana untuk belajar ini memudahkan untuk diikuti oleh siswa dan pelajar Bahasa Inggris bagi yang berminat. Febriana et al (2018), menyatakan bahwa guru di sekolah perkotaan memiliki banyak akses dalam mengembangkan materi pembelajaran, sedangkan guru di sekolah pedesaan lebih sering kekurangan akses dalam mengembangkan materi.
Maka guru di sekolah yang berada di pedesaan hanya memberikan pembelajaran berupa teori dan pengetahuan bahasa dari buku daripada keterampilan berbahasa langsung secara lisan. Meskipun seperti itu dalam pembelajarannya siswa jadi hanya sebatas mengikuti dan juga terpaksa yang membuat tidak benar-benar mengetahui bahasa Inggris.
Hal ini menunjukan keadaan pembelajaran di sekolah-sekolah pedesaan tidak mengarahkan siswa pada pencapaian untuk mahir berbicara Bahasa Inggris.
Fasilitas dalam belajar Bahasa Inggris sangat berpengaruh untuk meningkatkan kemampuan. Seperti yang sudah diketahui di desa media belajar sangat terbatas dan tidak memiliki begitu banyak kesempatan.
Hal ini berkaitan dengan sumber daya dan lingkungan yang tidak memadai. Yang mana akses untuk mengetahui informasi tentang bahasa inggris itu sangat terbatas. Dan ini berdampak pada siswa yang tidak terlalu mengenal bahasa inggris berakibat kurangnya minat untuk belajar Bahasa Inggris.
Kebanyakan pelajar di kota-kota mengikuti les privat untuk belajar tambahan Bahasa Inggris dan lembaga belajar lainnya pendidikan non-formal. Sedangkan di pedesaan masih jarang ditemukan tempat les untuk pembelajaran tambahan di luar kelas, bahkan terkadang tidak mendapat dukungan dari orang tua karena alasan-alasan tertentu.
Lingkungan untuk belajar Bahasa Inggris memilik pengaruh besar dalam peningkatan kemampuan berbicara Bahasa Inggris. Jika kita berbicara seperti di desa tentunya kita menggunakan bahasa sesuai daerah tersebut, tetapi untuk siswa dan orang yang belajar bahasa inggris di desa tentunya itu merupakan sebuah tantangan besar.
Biasanya orang-orang sekitar memiliki pandangan yang sudah melekat kepada pembicara Bahasa Inggris. Bahkan pandangan tersebut menunjukan pandangan kurang baik yang membuat si pembicara menjadi tidak percaya diri dan malu untuk berbicara menggunakan Bahasa Inggris. Seharusnya di sekolah guru membantu siswa agar meningkatkan motivasi belajar Bahasa Inggris meski dengan terbatas.
Saya pikir ketidakberhasilan ini seharusnya dapat sedikit memberi gambaran dari guru yang berkualitas supaya sumber daya yang lain ikut mendukung dalam proses peningkatan pembelajaran Bahasa Inggris ini.
Maka tak heran orang-orang di pedesaan dapat mencibir dan tidak mendukung pada siswa maupun orang yang mempelajari Bahasa Inggris.
Penulis:
Hamidah N
Mahasiswi Universitas Pamulang
Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas kuliah.