PEMBAHASAN mengenai apakah profesi akuntan akan tergantikan oleh AI di masa depan memang menarik untuk dieksplorasi. Era Industri 4.0 telah memberikan dorongan besar terhadap penggunaan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dalam berbagai bidang, termasuk dalam dunia akuntansi. Namun, kehadiran AI untuk saat ini apakah dapat dikatakan sebagai pengganti untuk peranan akuntan secara keseluruhan? Mari simak pembahasan berikut ini.
Perkembangan Teknologi AI di Masa Industri 4.0
Perkembangan Teknologi AI akhir-akhir ini telah berkembang secara signifikan dalam otomatisasi tugas-tugas rutin dan pengolahan data dalam akuntansi.
Sistem AI dapat dengan cepat mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan informasi keuangan yang diperlukan untuk membuat laporan dan keputusan bisnis.
Selain itu, keakuratan dan efisiensi yang tinggi yang dimiliki oleh AI, membuat beberapa orang khawatir bahwa profesi akuntan manusia akan digantikan oleh teknologi AI.
Dalam penelitian Isnawati, Lukman Effendy, Eni Indriani di tahun 2021 mengutip pernyataan McKinsey yang mengatakan bahwa dampak digital Technology menuju revolusi industri 4.0 dalam jangka waktu lima tahun ke depan akan berimbas pada 52,6 juta jenis pekerjaan yang mengalami pergeseran atau hilang dari muka bumi. Dan salah satu di antara profesi yang diprediksi akan hilang adalah profesi akuntan.
Selain itu dalam sebuah studi kasus yang diteliti oleh Ridwan Hendra SE., MM. di tahun 2019 terkait kontroversi laporan keuangan Garuda Indonesia untuk tahun buku 2018. Auditor laporan keuangan perusahaan, yaitu Akuntan Publik (AP) Kanser Si Rumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, serta jajaran Direksi dan Komisaris Garuda Indonesia, mendapat sanksi karena laporan keuangan yang tidak sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Laporan keuangan tersebut mencatat laba bersih Garuda Indonesia sebesar USD 809,85 ribu, yang meningkat secara signifikan dibandingkan dengan rugi pada tahun 2017. Namun, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), terdapat keberatan dari dua komisaris Garuda Indonesia, Chairil Tanjung dan Dony Oskaria, terkait transaksi dengan PT Mahata Aero Teknologi sebesar USD 239,94 juta. Mereka berpendapa bahwa transaksi tersebut mempengaruhi neraca keuangan Garuda Indonesia, dan jika tidak dicatat sebagai pendapatan, perusahaan masih merugi sebesar USD 244,96 juta.
Pihak auditor berargumen bahwa pengakuan pendapatan tersebut sesuai dengan PSAK yang berlaku. Namun, hal ini menuai kritik karena ada ketidakpastian mengenai kolektibilitas jumlah yang telah dicatat sebagai pendapatan. Proses audit juga mengacu pada PSAK lain yang menyatakan bahwa jika terdapat ketidakpastian mengenai jumlah yang tidak tertagih, hal tersebut seharusnya diakui sebagai beban, bukan sebagai penyesuaian terhadap pendapatan yang telah diakui.
Keputusan Garuda Indonesia untuk mengakui pendapatan selama 15 tahun dalam laporan keuangan tahun 2018 dianggap tidak wajar dan berisiko, mengingat metode akuntansi yang digunakan. Tindakan ini dapat mempengaruhi masalah keuangan perusahaan di masa depan. Selain itu, tindakan tersebut juga berpotensi memberatkan Garuda Indonesia dari segi pajak penghasilan.
Berdasarkan analisis data yang telah disampaikan tersebut, penggunaan AI pada prinsipnya menjadi alternatif serta terobosan paling menguntungkan ketimbang akuntan manusia hal ini digunakan agar dapat meminimalisasi adanya pelanggaran kode etik yang terjadi seperti studi kasus yang telah dijelaskan.
Atas kekhawatiran tersebut, serta pendukung pernyataan yang telah diberikan pada kenyataannya perkembangan AI terhadap profesi akuntan bukanlah sebuah pembatas atau
musuh yang harus dihindari dan ditakuti. Menurut analisis kasus yang dilakukan oleh Dr. Lambok DR Tampubolon Dosen Program Studi Akuntansi Universitas Kristen Krida Wacana terhadap kasus tersebut mengatakan bahwa sifat AI dalam dunia akuntansi dikatakan hanyalah menjadi pembantu serta pelengkap bagi para akuntan manusia dalam menjalankan tugas-tugas mereka dan bukanlah sebagai pengganti keseluruhan hasil laporan pembukuan dan keputusan bagi perusahaan.
Akuntansi masih memerlukan akuntan manusia dalam pemahaman lebih mendalam yang didapatkan melalui literatur ilmu pengetahuan, selain itu insting manusia dalam dunia bisnis serta akuntan sangatlah diperlukan untuk meninjau rancangan strategi untuk ke
depannya. Oleh karenanya kedua penggunaan dalam ilmu akuntansi antara profesi akuntan
serta AI sangatlah diperlukannya.Keduanya dapat berkolaborasi antar satu sama lain akuntan manusia dapat focus terhadap pemahaman tentang penggunaan algoritme, analisis data, dan manajemen sistem AI dalam mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan dengan keahlian operasional bisnis, regulasi, dan interpretasi.
Sedangkan AI memiliki keunggulan untuk membantu akuntan manusia dalam beberapa
hambatan diantarinya pengurangan risiko kesalahan manusia yang menghambat batas waktu pekerjaan, meningkatkan tingkat kepatuhan terhadap aturan dan regulasi akuntansi,
membantu melacak serta mengidentifikasi pola atau kesalahan yang tidak terdeteksi oleh
manusia, dan membantu meningkatkan akurasi dan kualitas laporan keuangan.
Fakta-Fakta Kompleks Mengenai Profesi Akuntan Manusia
1. Penilaian Subyektif yang tidak dapat digantikan oleh AI
Dalam beberapa situasi, akuntan perlu membuat penilaian subyektif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka. Misalnya, ketika menentukan nilai aset yang sulit dinilai atau mengevaluasi risiko yang terkait dengan keputusan bisnis tertentu. Penilaian semacam itu memerlukan kebijaksanaan manusia yang sulit diprogram dalam AI.
2. Pengambilan Keputusan Etis
Profesi akuntan mewajibkan akuntan untuk mempertimbangkan aspek-etika dan moral dalam pengambilan keputusan. Mereka harus mempertimbangkan implikasi sosial, lingkungan, dan kepentingan pemangku kepentingan lainnya. AI belum memiliki kemampuan untuk memahami atau menerapkan prinsip etika secara mandiri.
3. Pemahaman Konteks Bisnis
Memahami konteks bisnis adalah aspek penting dalam akuntansi. Akuntan harus memahami strategi bisnis perusahaan, model operasi, dan tantangan yang dihadapi dalam industri tertentu. Pemahaman ini memungkinkan mereka untuk menganalisis informasi keuangan dengan perspektif yang lebih luas, dan mengambil keputusan yang sesuai dengan kondisi bisnis yang sedang berlangsung.
4. Keterampilan Komunikasi
Akuntan sering berinteraksi dengan klien, manajemen perusahaan, dan pihak terkait lainnya. Mereka harus dapat mengkomunikasikan hasil analisis keuangan dengan jelas dan efektif. Keterampilan komunikasi yang baik melibatkan pemahaman konteks, kemampuan menjelaskan informasi yang kompleks secara sederhana, dan mendengarkan dengan baik. AI belum mampu meniru keterampilan komunikasi manusia dengan sempurna dan ini menjadi salah satu keunggulan yang paling dominan di antara yang lain karena keterampilan komunikasi adalah hal utama yang diperlukan dalam dunia bisnis.
5. Kreativitas dan Inovasi
Dalam menangani situasi yang kompleks, akuntan manusia sering mengandalkan kreativitas dan inovasi. Mereka mencari solusi baru, mengatasi masalah yang tidak rutin, dan menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sifat kreativitas dan inovasi ini hanya dimiliki oleh akuntan manusia dan belum dapat sepenuhnya digantikan oleh AI yang terutama mengandalkan pada data dan algoritme yang telah diprogram sebelumnya.
Dalam kesimpulannya, pengembangan teknologi AI dalam akuntansi bukanlah sebuah ancaman yang harus ditakuti, melainkan sebuah peluang untuk meningkatkan efisiensi, akurasi, dan nilai tambah dalam profesi akuntan. Kolaborasi antara AI dan akuntan manusia dapat menciptakan sinergi yang kuat, memungkinkan akuntan untuk memberikan wawasan strategis yang lebih dalam dan berfokus pada tugas yang membutuhkan pemikiran kreatif dan analitis.
Penulis:
Nice Agustin Ahmad
Program Studi S1 Akuntansi
Universitas Pamulang