TANGSELXPRESS – Sebuah peristiwa mengguncang masyarakat ketika seorang siswi berinisial RW diungkapkan telah mengandung selama enam bulan. Dalam keadaan tertunduk lesu, RW menceritakan pengalamannya di kediamannya di Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel). Didampingi oleh ibunya, RO (46), wajah RW terlihat lemas dan pucat akibat pengaruh dari kehamilan yang dijalani.
Dalam ceritanya, RW mengungkapkan bahwa ia baru mengetahui kehamilannya belakangan ini. Kecurigaan semakin menguat ketika perutnya mulai membesar. Akhirnya, setelah didesak, RW membeberkan identitas pelaku yang menghamilinya, Kamis 8 Juni 2023.
Menurut pengakuan korban kepada keluarganya, pelaku adalah seorang guru di salah satu sekolah negeri di wilayah Ciputat. Pria tersebut memiliki inisial GM dan tinggal di Gunung Sindur, Bogor, bersama istrinya.
Informasi yang berhasil dihimpun, pada tanggal 6 Juni 2023 malam, keluarga RW membuat laporan ke Mapolres Tangsel dengan nomor: TBL/B/1115/VI/2023/SPKT/Polres Tangsel/Polda Metro Jaya. Pelaku diancam dengan Pasal 346 KUHP tentang perbuatan aborsi.
“Kami telah melaporkan kejadian ini ke Polres. Kami tidak dapat menerima kejadian ini, karena hal ini merusak masa depan anak saya, terlebih lagi dia masih bersekolah,” ujar sang ibu dengan tegas.
RW, korban dalam kasus ini, menceritakan bahwa pertemuan awal dengan guru yang berperilaku cabul ini terjadi pada bulan November 2022. Keduanya saling mengenal melalui seorang guru olahraga di sekolah RW. Mereka bertemu saat berlatih renang di wilayah BSD.
“Kami bertemu saat latihan renang. Dia (GM) adalah teman dari guru saya di sekolah,” papar siswi malang tersebut.
Setelah pertemuan itu, GM mulai mendekati RW hingga akhirnya mengajaknya ke sebuah apartemen. Di sana, GM memperdayai RW dan melakukan hubungan intim dengannya.
“Dia mengaku masih lajang dan saya percaya karena dia adalah teman dekat dari guru saya di sekolah. Saya tidak mengira bahwa dia akan membawa saya ke apartemen,” tambahnya.
Tidak lama setelah itu, RW mulai mengalami gejala mual dan pusing. Karena penasaran, ia melakukan tes kehamilan dan hasilnya positif. Penuh kecemasan dan takut, RW berusaha menyembunyikan kehamilannya.
“Awalnya saya sering mual dan muntah. Saya merasa takut, jadi saya mencoba menggunakan test pack dan hasilnya positif,” ucapnya.
Setelah meyakini dirinya hamil, RW berusaha menghubungi GM. Namun, GM tidak bertanggung jawab dan justru memberikan uang sebesar Rp3 juta kepada RW untuk biaya aborsi. Setelah itu, GM memblokir semua kontak telepon dan media sosial korban. Karena kondisi fisiknya semakin melemah, RW mengaku beberapa kali tidak dapat masuk sekolah. Ia merasa bingung bagaimana harus menjelaskan kondisi yang dialaminya kepada wali kelas atau guru-guru di sekolah.
“Saya takut jika hal ini menjadi gosip di sekolah, dan saya juga merasa malu untuk menceritakan semuanya,” ungkap RW dengan suara lirih.
Sementara, ketika dikonfirmasi, Kepala Sekolah tempat RW belajar berinisial R mengungkapkan bahwa pihak sekolah baru mengetahui kasus yang menimpa anak didik mereka. R berjanji akan segera mengunjungi keluarga RW untuk mencari solusi terbaik dalam situasi ini.
“Kami akan menyelidiki dan mencari informasi lebih lanjut, dan kemudian kami akan mengunjungi keluarganya. Kami sangat prihatin dengan kejadian ini dan kami akan mencari solusi yang bijaksana,” ucap R dengan tegas.
Kasus ini telah menimbulkan keprihatinan dan kecaman dari berbagai pihak. Kehamilan di luar nikah merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak individu dan melanggar etika moral. Tindakan pelaku, yang notabene seorang pendidik, menunjukkan kegagalan dalam menjalankan tugasnya untuk melindungi dan membimbing para siswa.
Penting bagi masyarakat dan institusi pendidikan untuk memastikan keamanan dan keberlangsungan pendidikan para siswa. Perlu ada langkah-langkah yang efektif dalam menjaga integritas dan perlindungan terhadap siswa, termasuk penerapan protokol keamanan di sekolah dan pemantauan ketat terhadap perilaku guru dan staf pendidikan.
Kasus seperti ini juga harus disikapi dengan serius oleh hukum. Pelaku harus dihadapkan pada proses hukum yang adil dan dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, perlu adanya dukungan psikologis dan perawatan medis yang memadai bagi RW, agar ia dapat pulih baik secara fisik maupun emosional.
Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa perlindungan anak dan keadilan harus menjadi prioritas utama. Harapannya, kejadian seperti ini tidak lagi terulang di masa depan, dan langkah-langkah konkret diambil untuk mencegah kasus-kasus serupa serta memberikan keadilan bagi para korban.