TANGSELXPRESS- Vina tak menyangka perjalanannya menuju Kota Serang membuatnya kembali berhubungan dengan makhluk yang paling dibencinya. Tak ada firasat buruk sebelumnya, hingga tibalah ia di sebuah kafe di jalan utama di Kota Serang Banten.
Aura kafe itu terasa tak nyaman, seolah-olah kehadiran Vina “tak diterima” di kafe itu. Vina makin nggak nyaman, ketika penyambutan pelayan di kafe itu kurang welcome. Emosi Vina mulai naik dan pelayan pun kena semprot omelan Vina.
Tak biasanya Vina seperti itu. Dia merasa merinding dan aura panas melekat di tubuhnya. Tanpa dia sadari, ada makhluk kasat mata yang dari awal menyambut kedatangannya di kafe itu.
Tak berlama-lama di kafe itu, usai temu kangen dengan Pingkan, kawan lamanya, Vina memutuskan balik ke Jakarta. Vina menyetir sendiri kendaraannya. Gas mulai dipacu dengan kondisi hatinya yang masih tak menentu.
Vina menghempaskan tubuhnya di atas ranjang kamar tidurnya. Hari itu sungguh melelahkan baginya. Suasana hening, namun Vina merasa seperti sedang tak sendirian di ruangan itu.
Gadis berkulit putih itu beranjak dari ranjang, lalu berjalan menuju meja rias di kamarnya. Sejenak bercermin melihat wajahnya yang pucat seperti orang yang tak bergairah hidup. Sebelum ia berpaling dari cermin, sekelebat bayangan melintas di cermin.
Vina sontak terkejut. “Apa itu?” batinnya.
Vina merinding, tubuhnya terasa panas dan sesak. Rasa ini kembali muncul, setelah sekian lama dia tak pernah terganggu dengan rasa yang dianggapnya aneh itu.
Untuk menenangkan diri, Vina menuju kamar mandi lalu berwudhu. Baru saja mukena selesai terpasang, sekelebat bayangan tadi kembali melintas.
Vina merasa makhluk itu begitu dekat dengannya. Dan kali ini, terlihat jelas sosok wanita di hadapannya. Vina terkejut melihat Pingkan tiba-tiba hadir di dalam kamarnya.
“Loh, kamu kok bisa ada di sini? Kamu ngikutin aku dari Serang? Kok ga bilang sih?” Vina membombardir pertanyaan ke Pingkan.
Pingkan hanya tersenyum. Tak satu kata pun terucap dari mulutnya.
Vina yang masih tercengang dengan kehadiran Pingkan dikejutkan dengan suara dering ponselnya. Tertulis Pingkan menelepon. Dengan tangan gemetar, Vina menerima telepon itu.
“Halo Vina, kamu sudah sampai di rumah kan? Aku kuatir sama kamu. Aku sudah sampai di rumah mamaku nih. Kamu sudah di rumah kan? Halo… halo… Vin, halo Vina, kamu baik-baik saja kan?” Pingkan terus bersuara di ujung telepon.
Dan Vina terduduk lemas di lantai kamarnya.