TANGSELXPRESS – Kasus dugaan suap terkait lelang jabatan di Pemkab Bangkalan, Provinsi Jawa Timur yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergulir.
Info terkini, KPK mengabarkan bahwa tengah mengusut dugaan adanya aliran uang dari Bupati Bangkalan nonaktif R Abdul Latif Amin Imron (RALAI) ke pihak tertentu di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bangkalan untuk membuat survei elektabilitas.
Hal itu didalami melalui pemeriksaan saksi anggota KPU Bangkalan Sairil Munir, di Gedung Polda Jawa Timur (Jatim), Rabu (11/1), dalam penyidikan kasus dugaan suap suap terkait lelang jabatan di Pemkab Bangkalan, Jatim.
“Didalami pengetahuannya antara lain lain terkait dengan dugaan adanya aliran uang dari tersangka RALAI ke pihak tertentu di KPU Kabupaten Bangkalan untuk membuat survei elektabilitas bagi tersangka dimaksud,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya pada Jumat (13/1).
Enam Orang Jadi Tersangka
Diketahui, KPK telah menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan suap terkait lelang jabatan di Pemkab Bangkalan, Jawa Timur, salah satunya RALAI selaku penerima suap.
Lima tersangka pemberi suap ialah Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Kabupaten Bangkalan Agus Eka Leandy (AEL), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan Wildan Yulianto (WY).
Selanjutnya Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bangkalan Achmad Mustaqim (AM), Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bangkalan Hosin Jamili (HJ), serta Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bangkalan Salman Hidayat (SH).
Konstruksi Perkara
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa tersangka RALAI selaku Bupati Bangkalan periode 2018-2023, memiliki wewenang untuk memilih dan menentukan langsung kelulusan ASN Pemkab Bangkalan yang mengikuti proses seleksi maupun lelang jabatan.
Dalam kurun waktu 2019-2022, Pemkab Bangkalan, atas perintah tersangka RALAI, membuka formasi seleksi pada beberapa posisi di tingkat jabatan pimpinan tinggi (JPT), termasuk promosi jabatan untuk eselon III dan IV.
Melalui orang kepercayaannya, tersangka RALAI kemudian meminta biaya komitmen (commitment fee) berupa uang pada setiap ASN yang ingin dinyatakan terpilih dan lulus dalam seleksi jabatan tersebut.
Para ASN yang mengajukan diri dan sepakat memberikan sejumlah uang untuk dipilih dan dinyatakan lulus oleh tersangka RALAI ialah tersangka AEL, tersangka WY, tersangka AM, tersangka HJ, dan tersangka SH.
Besaran biaya komitmen yang diberikan dan diterima tersangka RALAI melalui orang kepercayaannya bervariasi, sesuai dengan posisi jabatan yang diinginkan.
KPK menduga besaran nilai biaya komitmen tersebut dipatok Rp 50-150 juta, yang teknis penyerahannya secara tunai melalui orang kepercayaan RALAI.
Selain itu, KPK juga menduga tersangka RALAI menerima sejumlah uang lain, karena turut serta dan ikut campur dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh dinas di Pemkab Bangkalan, dengan penentuan besaran biaya sebesar 10 persen dari setiap nilai anggaran proyek.
Tersangka RALAI diduga telah menerima uang lewat orang kepercayaannya senilai Rp 5,3 miliar. KPK mengungkapkan uang yang diterima tersangka RALAI tersebut digunakan untuk keperluan pribadinya, salah satunya untuk membayar survei elektabilitas.
Selain itu, tersangka RALAI juga diduga menerima pemberian lainnya dalam bentuk gratifikasi. Hal itu akan ditelusuri dan dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.